cerita dewasa

Selingkuh dengan tetangga kesepian
Aku tinggal di perumahan baru di pinggiran kota P. Sebagian besar tetanggaku keluarga muda. Umurnya berkisar antara 25-35. Hanya satu dua yang berumur di atas 40 tahun. Tetangga sebelah kananku adalah pasangan yang belum mempunyai anak. Katanya, mereka pernah hampir punya anak tapi keguguran. Sementara tetangga sebelah kiri beranak dua, umur 5 tahun dan setahun. Dan, aku sendiri—sebut saja namaku Toni, punya satu anak. Umurku 31 tahun.
Karena sama-sama baru menempati rumah, paling lama 3 tahun, kami belum begitu akrab. Jarang saling bertandang, hanya saling sapa saat bertemu muka. Yang aku ceritakan ini adalah tetangga yang punya dua anak itu. Namanya Tari. Orangnya cukup manis, umur 33 tahun, rambut sebahu, tinggi badan (hanya) 155 cm dan berat—mungkin, 46 Kg. Bodinya bagus meski tidak seperti model atau SPG. Kulitnya kuning langsat, mulus. Dulu, katanya, dia kerja di hotel.
Jantungku kerap deg-degan ketika ia mengenakan daster dengan bawahan di atas lutut. Karena pikiranku agak kotor, sehingga birahiku sedikit naik saat melihatnya. Apalagi saat ia nungging mengambil pakaian untuk dijemur. Bagiku, itu sudah cukup menggairahkan.
————
Pagi itu, istriku berangkat menjenguk keluarganya di luar kota. Jelas, anakku yang masih berusia 1,5 tahun diajak serta. Sementara aku di rumah sendiri karena harus bekerja. Oh ya, sekadar diketahui, aku bekerja sebagai debt collector di perusahaan A.
Jarum jam menunjuk angka 9. Aku sudah memastikan diri tidak masuk kantor. Males, karena banyak tagihan yang belum bisa kuselesaikan. Setelah cuci muka dan membuat kopi serta menyulut rokok kretek, aku menuju depan rumah. Sepi. Mungkin semua sudah pada berangkat kerja.
Untuk mengisi waktu, aku mencabuti rumput depan rumah. Tak berapa lama kemudian, Tari keluar. Ia membawa ember berisi pakaian. Ia mengenakan kaos ketat dan celana pendek bermotif kembang. Aku bisa menikmati pemandangan itu dengan jelas karena rumah kami tidak berbatas tembok.
Sambil terus mencabuti rumput, berkali-kali aku meliriknya. Tampak depan, dadanya yang sedikit membusung—ukurannya sedang, dan perutnya yang rata. Pikiranku menjurus ke daging di selakangannya. Hm, pasti indah.
Tampak belakang, pantatnya lumayan padat. Kenyal berisi. Tak terlihat kalau dia punya dua anak. Mungkin ia rajin merawat, sehingga tubuhnya masih terlihat bagus untuk perempuan seumurannya. Aku yakin dia tahu aku melihatnya tapi kelihatannya dia tidak terlalu risih.
Selesai menjemur pakaian, ia masuk ke rumah. Terdengar anaknya yang kecil menangis, kemudian sekejap kemudian diam. Anaknya yang pertama masih di sekolah. Sedangkan suaminya pasti sudah berangkat bekerja.
Tak berapa lama kemudian, Tari berkata, “Mas minta tolong dong.”
“Iya Mbak, ada apa?”
“Tolong angkatin gallon air ke dispenser.”
Kondisi perumahan tengah sepi. Dengan dipeunhi pikiran kotor, aku masuk ke rumahnya. Sambil melirik Tari, gallon langsung kuangkat dan kutempatkan ke dispenser.
“Makasih ya.”
Sebelum meninggalkan rumah, aku sempat melihat anak kedua Tari tidur terlelap.
“Eh mas, Mbak Indi (istriku) pulang ya?”
“Iya Mbak. Pagi-pagi tadi berangkat.”
Aku males meneruskan mencabuti rumput. Gelas kopi kukemasi dan kubawa masuk ke dalam rumah. Setelah mencopot kaos, aku sandarkan tubuh di kursi ruang tamu. Pikiranku menerawang, menelanjangi tubuh Tari. Seolah-olah aku melihat jelas, tubuh Tari yang mulus, gunung kembar yang kenyal, puting berdiri, vaginanya yang menyembul.
Penisku mengeras. Celanaku sampai sesak. Karena tidak tahan, aku ke kamar mandi, lalu onani—aktivitas yang kulakukan sejak SMA. Tidak butuh waktu lama untuk memuncratkan sperma, karena birahiku memang tengah tinggi-tingginya. Rasanya lega, meski tidak senikmat senggama.
Kembali, kusandarkan tubuh ke kursi. Dalam sekejap, zz, zz, zz. Aku terbangun saat pintu rumah diketuk. Ternyata Tari.
“Mas bisa betulin kipas angin nggak? Ini tiba-tiba macet,” katanya sambil menenteng kipas angin ukuran sedang.
Tari mengenakan daster. Bawahannya hanya di atas lutut sedikit. Meski baru saja onani, aku tetap greng. Apalagi aroma Tari tercium jelas. Rupanya ia baru saja mandi.
“Bisa nggak mas?”
“Eh, iya. Maaf. Saya coba ceknya Mbak.”
Aku ambil obeng dan mencopot bagian-bagian kipas itu di lantai. Tari berdiri di sampingku. Hm, kakinya mulus. Bulu-bulunya yang jarang-jarang itu terlihat jelas. Kata orang, perempuan yang punya bulu kaki birahinya tinggi.
Mataku tak henti-hentinya melirik, sementara tanganku terus bekerja. Setelah kucek, sepertinya tidak ada yang rusak. Dugaanku tidak salah. Saat kutancapkan ke listrik, kipas menyala. Angin berhembus kencang. Daster Tari pun terangkat.
Tari kaget. Ia langsung menutup bawahan dasternya. Sayang terlambat. Aku sudah terlanjur menikmati celana dalamnya yang berwarna merah. Jantungku berdegup.
“Maaf. Tidak sengaja,” kataku tergagap sambil mematikan kipas.
Tangan Tari masih menyilang tepat di bagian selangkangan. Tentu saja, mataku fokus ke bagian itu. kontrolku hilang, cleguk!, aku menelan ludah. Mengetahui itu, Tari tersenyum dan menarik tanganku agar berdiri. Dia membelai dadaku. Bibirnya di dekatkan ke mulutku, tapi sebelum sampai aku sudah menyosornya.
Kesadaranku masih utuh. Kutendang pintu rumah hingga menutup. Lalu sambil terus berciuman dan tanpa berkata-kata, kugeret Tari ke ruang tengah. Dia menurut saja.
Rupanya birahi Tari sangat tinggi. Dia membalas ciumanku dengan lahap. Tangannya juga sudah bergerilya ke selangkanganku. Aku tidak tinggal diam. Kulepas dasternya dan wow! ternyata dia tidak mengenakan bra. Gunung kembarnya mengacung. Putingnya yang berwarna merah kecoklatan, mengeras.
Perlahan dia mendorongku ke kasur tipis di ruang tengah yang biasa kugunakan nonton teve. Tangannya dengan lincah membelai penisku dari luar. Kemudian dia melepaskan celanaku, menyergap penis dengan mulutnya. Tangannya menekan urat di bawah kantong penis. Rasanya nikmat betul. Sepertinya dia tahu betul titik rangsang lelaki.
Beruntung, aku baru saja onani, jadi tidak cepat orgasme. Selesai mengulum penisku, Tari berjongkok, mencium bibirku, dan mengarahkan vaginanya yang masih tertutup celana dalam ke arah penis. Dia mendesah,”Ooohh, aaaahhh.”
Kutarik tubuh Tari dan kutelentangkan. Wow, bodinya masih yahud. Dua gunung kembarnya mengacung, tidak terlalu besar tapi padat berisi. Perutnya rata. Kulitnya mulus. Di beberapa bagian terdapat tahi lalat.
Kucumbui bibirnya, leher, kemudian kulit diantara gunung kembarnya. Ia merem melek, tubuhnya menggelinjang. Kujilati putting sebelah kiri, kuremas gunung kembar sebelah kanannya. Begitu sebaliknya.
“Aaahhh, oooohhh, aahhhh”
Jilatanku kian turun. Pusarnya kusapu dengan lidah. Tangan kananku menggerayangi paha bagian dalamnya, tangan kiriku membelai lembut selangkangannya. Tari berkelejotan sambil terus mendesah.
Tibalah saatnya mulutku beraksi di sembulan daging di selangkangan. Kujilati bagian itu. celana dalamnya basah. Campur antara ludahku dan lender kenikmatan Tari. Rambut vagina yang keluar, kusapu pelan. Belahan daging kutekan-tekan dengan jari.
“Aaahhh, oooohhh, aahhhh, ooughh”
Kutarik celana dalam itu dan terpampanglah sembulan daging yang ditumbuhi rambut-rambut hitam. Cukup lebat tapi bibir vaginanya masih sangat kentara. Indah sekali. Langsung saja kujilati bagian atas vagina itu, klitorisnya. Tari mengangkat pantatnya.
“Aaauhh, terussss.”
Sambil terus menjilati vagina, tanganku meremas-remas payudara Tari. Si empunya hanya bisa melenguh dan menggerak-gerakan tubuh dan pantatnya. Hingga beberapa menit kemudian, sambil mengangkat pantat, paha Tari menjepit kepalaku. “Aaaaaaaahh,” jeritnya. Rupanya dia orgasme untuk kali pertama.
Tangannya mendorong kepalaku agar mundur dari selangkangannya. “Geli,” katanya.
Tari lunglai. Peluhnya keluar, di wajah dan dada. Dia seka peluh di wajahnya. Matanya masih terpejam. Kubiarkan sebentar dia menikmati hal yang baru saja terjadi. Aku usap mulutku yang kena cairan vagina. Baunya khas.
Beberapa menit kemudian, kutindih tubuh Tari. Kucumbui bibirnya, kugesek-gesekkan penisku ke vaginanya. Setelah bibir, kusapu gunung kembarnya bergantian. Tari mendesah, tanda birahinya muncul lagi.
Tangannya mencari-cari penisku. Digenggamnya senjataku, lalu digesek-gesekkan ke klitorisnya. Aku segera ambil posisi berjongkok. Kaki Tari kurenggangkan, penisku kuarahkan ke vaginanya. Dalam sekali tembak, penisku langsung masuk. Vaginanya sudah cukup licin, sehingga dengan mudah, menelusup penuh.
“Aaahhh,” desah Tari.
“Penismu keras sekali. Aaaahhhh,” imbuhnya.
Harus kuakui, senjataku memang tak terlalu panjang. Hanya 15 cm. Diameternya mungkin hanya 5 cm. Tapi sangat keras. Urat-uratnya terlihat jelas. Tidak seperti bintang porno yang panjang tapi agak lembek.
Kudorong penisku lebih ke dalam. Pelan, kemudian keras. Begitu seterusnya. Tubuh Tari bergoncang. Pada setiap hentakan, Tari terus mendesah.
Biasanya, aku hanya kuat 3 menit, dari proses memasukkan hingga memompa. Tapi karena sebelumnya telah onani, aku tidak cepat orgasme. Denyut vagina Tari sungguh terasa. Saat penisku menusuk, terasa ada jepitan.
Aku cukup puas dengan ‘kinerja’ penisku. Tidak cepat panas alias memuntahkan sperma. Kucabut penisku, cairan-cairan kental tampak membasahi. Kuangkat tubuh Tari dan kuminta dia nungging. Belahan vaginanya tampak indah. Pantatnya membulat.
Sekali tusuk, penisku telah tenggelam. Pada posisi ini, hentakan kuperkeras. Tubuhku berbenturan dengan pantatnya yang berisi. Tari merintih. Peluh membasahi punggungnya. Dengan posisi agak menunduk, kuremas-remas gunung kembar Tari yang menggantung.
Cukup lama, kami dalam posisi ini. Aku belum juga orgasme. Malah Tari yang orgasme untuk yang kedua kali. Itu terjadi setelah penisku menusuk rahimnya. Tari melenguh, tangannya memegang erat kasur.
“Ooouugggghhhhh…”
Aku hentikan sodokanku. Serasa ada cairan hangat meleleh di penisku. Tari tertelungkup. Otomatis penis senjataku dari vaginanya. Peluh kami bercucuran.
Tari membalikkan badannya. Terlentang. Hm, menggairahkan. Gunung kembar dan putingnya masih mengacung, Lobang vaginanya memerah. Ada lelehan cairan di sekitar lobang itu.
Aku menjatuhkan badan di samping Tari. Tanganku membelai gunung kembar Tari. Putingnya kupilin-pilin. Setelah puas, kuraba vagina Tari yang licin. Tari menggelinjang. Ia bangkit dan berjongkok menghadapku. Tangannya mengarahkan penisku ke vaginanya.
Blesss, penisku langsung tenggelam. Tari memaju-mundurkan tubuhnya. Kemudian, mengangkat tubuh, dan menghujamkannya. Beberapa detik kemudian, dia menggoyangkan pantatnya. Penisku serasa diputar-putar.
“Aaaaahhh, oooooohhh,” Tari mendesah.
Tampaknya Tari ingin segera membuatku orgamse. Dia bergerak lincah, maju mundur, mengangkat menghunjam, dan menggoyangkan pantatnya. Agar tidak cepat orgasme, aku mengikuti gerakan Tari. Tapi orgasme itu sulit ditahan. Apalagi Tari kian beringas.
“Aaahhh, aku mau keluar,” kataku.
Tari menghentikan sesaat gerakannya. Tangannya menggesek-gesek kiltorisnya. Sepertinya ia ingin orgasme bersama. Tak berapa lama, Tari menggerakan lagi tubuhnya. Ia mendesah, “Aaahhh, aku juga mau keluarrr.”
Aku tak kuat menahan orgasme saat gerakan Tari kian tak beraturan.
“Oooohhhh….”
Tanganku meremas gunung kembar Tari sekuat tenaga. Pantat kunaikkan setinggi-tingginya. Spermaku menyembur beberapa kali. Crot, crot, crot!
“Aaahhhh…..”
Beberapa detik kemudian, Tari juga orgasme. Dia menghunjamkan selangkangannya. Tangannya memegang erat pundakku. Saat ia mengangkat tubuhnya, dari vaginanya keluar cairan. Spermaku dan cairannya. Kami terkulai. Terlentang. Telanjang.
———
Setelah sedikit merapikan rambut, Tari mengenakan daster dan celana dalamnya.
“Terima kasih.”
“Apanya?”
“Kipasnya.”
“Loh ininya?,” tanyaku sambil memegang penisku yang masih lemas.
Dia tersenyum, lalu berlalu membawa kipas anginnya. Jempolnya diacungkan, entah apa maksudnya.
Tak terasa 25 menit sudah kami bergumul. Aku berniat mengulanginya, tapi hingga kini belum ada kesempatan.
Tamat
Pemuas nafsu tante cantik
Namaku Ade, umurku waktu itu sekitar 19 tahun, aku kini kuliah di OSU, Amerika. Kebetulan aku kost di salah satu kenalan Oom aku di sana yang bernama Tante Linda. Wuih, dia itu orangnya baik benar kepadaku. Kebetulan dia seorang istri simpanan bule yang kaya raya tapi sudah tua. Jadilah aku kost di rumahnya yang memang agak sepi, maklumlah di sana jarang memakai pembantu sih. Tante Linda ini orangnya menurutku sih seksi sekali. Buah dadanya besar bulat seperti semangka dengan ukuran 36C. Sedangkan tingginya sekitar 175 cm dengan kaki langsing seperti peragawati. Sedangkan perutnya rata soalnya dia belum punya anak, yah maklumlah suaminya sudah tua, jadi mungkin sudah loyo. Umurnya sekitar 33 tahun tapi kulitnya masih mulus dan putih bersih. Hal ini yang membuatku betah berlama-lama di rumah kalau lagi nggak ada urusan penting, aku malas keluar rumah. Lagian aku juga bingung mau keluar rumah tapi nggak tahu jalan.
Dan sehari -harinya aku cuma mengobrol dengan Tante Linda yang seksi ini. Ternyata dia itu orangnnya supel benar nggak canggung cerita-cerita denganku yang jauh lebih muda. Dari cerita Tante Linda bisa aku tebak dia itu orangnya kesepian banget soalnya suaminya jarang pulang, maklum orang sibuk. Makanya aku berupaya menjadi teman dekatnya untuk sementara suaminya lagi pergi. Hari demi hari keinginanku untuk bisa mendapatkan Tante Linda semakin kuat saja, lagi pula si Tante juga memberi lampu hijau kepadaku. Terbukti dia sering memancingmancing gairahku dengan tubuhnya yang seksi itu. Kadang-kadang kupergok Tante Linda lagi pas sudah mandi, dia hanya memakai lilitan handuk saja, wah melihat yang begitu jantungku deg – degan rasanya, kepingin segera membuka handuknya dan melahap habis tubuh seksinya itu. Kadang- kadang juga dia sering memanggilku ke kamarnya untuk mengancingkan bajunya dari belakang. Malah waktu itu aku sempat mengintip dia lagi mandi sambil masturbasi. Wah pokoknya dia tahu benar cara mancing gairahku.
Sampai pada hari itu tepatnya hari Jumat malam, waktu itu turun hujan gerimis, jadi aku malas keluar rumah, aku di kamar lagi main internet, melihat gambar-gambar porno dari situs internet, terus tanpa sadar kukeluarkan kemaluanku yang sudah tegang sambil melihat gambar perempuan bugil. Kemudian kuelus-elus batang kemaluanku sampai tegang sekali sekitar 15 cm, habis aku sudah terangsang banget sih. Tanpa kusadari tahu-tahu Tante Linda masuk menyelonong saja tanpa mengetuk pintu, saking kagetnya aku nggak sempat menutup batang kemaluanku yang sedang tegang itu. Tante Linda sempat terbelalak melihat batang kemaluanku yang sedang tegang, langsung saja dia bertanya sambil tersenyum manis.
“Hayyoo lagi ngapain kamu De?”
“Aah, nggak Tante lagi main komputer”, jawabku sekenanya.
Tapi Tante Linda sepertinya sadar kalau aku saat itu sedang mengelus-elus batang kemaluanku.
“Ada apa sih Tante?” tanyaku.
“Aah nggak, Tante cuma pengen ajak kamu temenin Tante nonton di ruang depan.”
“Ohh ya sudah, nanti saya nyusul yah Tan”, jawabku.
“Tapi jangan lama-lama yah”, kata Tante Linda lagi.
Setelah itu aku berupaya meredam ketegangan batang kemaluanku, lalu aku beranjak keluar kamar tidur dan menemani Tante Linda nonton film semi porno yang banyak mengumbar adegan-adegan syuuurr.
Melihat film itu langsung saja aku jadi salah tingkah, soalnya batang kemaluanku langsung saja bangkit lagi nggak karuan. Malah malam itu Tante Linda memakai baju yang seksi sekali, dia memakai baju yang ketat dan gilanya dia nggak pakai bra, soalnya aku bisa lihat puting susunya yang agak muncung ke depan. Karuan saja, gairahku memuncak melihat pemandangan seperti itu, tapi yah apa boleh buat aku nggak bisa apa-apa. Sedangkan batang kemaluanku semakin tegang saja sehingga aku mencoba bergerak-gerak sedikit guna membetulkan letaknya yang miring. Melihat gerakan-gerakan itu Tante Linda langsung menyadari sambil tersenyum ke arahku.
“Lagi ngapain sih kamu De?”
“Ah nggak Tante..”
Sementara itu Tante Linda mendekatiku sehingga jarak kami semakin dekat dalam sofa panjang itu.
“Kamu terangsang yah De, lihat film ini?”
“Ah nggak Tante biasa aja”, jawabku mencoba mengendalikan diri. Bisa kulihat payudaranya yang besar menantang di sisiku, ingin rasanya kuhisap -hisap sambil kugigit putingnya yang keras. Tapi rupanya hal ini tidak dirasakan olehku saja, Tante Linda pun rupanya juga sudah agak terangsang sehingga dia mencoba mengambil serangan terlebih dahulu.
“Menurut kamu Tante seksi nggak De?” tanyanya.
“Wah seksi sekali Tante”, kataku.
“Seksi mana sama yang di film itu?” tanyanya lagi sambil membusungkan buah dadanya sehingga terlihat semakin membesar.
“Wah seksi Tante dong, abis Tante bodynya bagus sih.” kataku.
“Ah masa sih?” tanyanya.
“Iya bener Tante, sumpah…” kataku.
Jarak duduk kita semakin rapat karena Tante Linda terus mendekatkan dirinya padaku, lalu dia bertanya lagi kepadaku,
“Kamu mau nggak kalo diajak begituan sama Tante?”
“Mmaaauu Tante…” Ah seperti dapat durian runtuh kesempatan ini tidak aku sia-siakan, langsung saja aku memberanikan diri untuk mencoba mendekatkan diri pada Tante Linda.
“Wahhhh barang kamu gede juga ya De…” katanya.
“Ah Tante bisa aja deh… Tante kok kelihatannya makin lama makin seksi aja sih.. sampe saya gemes deh ngeliatnya…” kataku.
“Ah nakal kamu yah De”, jawab Tante Linda sambil meletakkan tangannya di atas kemaluanku, lalu aku mencoba untuk tenang sambil memegang tangannya.
“Waah jangan dipegangin terus Tante, nanti bisa tambah gede loh”, kataku.
“Ah yang bener nih?” tanyanya.
“Iya Tante.. ehhh, eehhh saya boleh pegang itu Tante nggak?” kataku.
“Pegang apa?” tanyanya.
“Pegang itu tuh..” kataku sambil menunujukkan ke arah buah dada Tante yang besar itu.
“Ah boleh aja kalo kamu mau.”
Wah kesempatan besar nih, tapi aku agak sedikit takut pegang buah dadanya, takut dia marah tapi tangan si Tante sekarang malah sudah mengelus-elus kemaluanku sehingga aku memberanikan diri untuk mengelus buah dadanya.
“Ahhh.. arghhh enak De.. kamu nakal yah”, kata Tante sembari tersenyum manis ke arahku, spontan saja kulepas tanganku.
“Loh kok dilepas sih De?”
“Ah, takut Tante marah”, kataku.
“Ooohh nggak sayang… kemari deh.”
Tanganku digenggam Tante Linda, kemudian diletakkan kembali di buah dadanya sehingga aku pun semakin berani meremas -remas buah dadanya. “Aaarrhh… sshh”, rintihan Tante semakin membuatku penasaran, lalu aku pun mencoba mencium Tante Linda, sungguh diluar dugaanku, Tante Linda menyambut ciumanku dengan beringas, kami pun lalu berciuman dengan mesra sekali sambil tanganku bergerilya di buah dadanya yang sekal sekali itu. “Ahhh kamu memang hebat De.. terusin sayang.. malam ini kamu mesti memberikan kepuasan sama Tante yah.. ahhh.. arhhh.”
“Tante, saya boleh buka baju Tante nggak?” tanyaku.
“Oohhhh silakan sayang”, lalu dengan cepat kubuka bajunya sehingga buah dadanya yang besar dengan puting yang kecoklatan sudah berada di depan mataku, langsung saja aku menjilat-jilat buah dadanya yang memang aku kagumi itu. “Aahhh… arghhh…” lagi-lagi Tante mengerangerang keenakan. “Teruss.. terusss sayang… ahhh enak sekali…” lama aku menjilati buah dada Tante Linda, hal ini berlangsung sekitar 10 menitan sehingga tanpa kusadari batang kemaluanku juga sudah mulai mengeluarkan cairan bening pelumas di atas kepalanya.
Lalu sekilas kulihat tangan Tante Linda sedang mengelus-elus bagian klitorisnya sehingga tanganku pun kuarahkan ke arah bagian celananya untuk kupelororti. “Aahhh buka saja sayang… jangan malu-malu… ahhhh…” nafas Tante Linda terengah -engah menahan nafsu, seperti kesetanan aku langsung membuka celananya dan kuciumi CD-nya. Waah, dia lagsung saja menggelinjang keenakan, lalu kupelorotkan celana dalamnya sehingga sekarang Tante Linda sudah bugil total. Kulihat liang kemaluannya yang penuh dengan bulu yang ditata rapi sehingga kelihatan seperti lembah yang penuh dengan rambut. Lalu dengan pelan -pelan kumasukan jari tengahku untuk menerobos lubang kemaluannya yang sudah basah itu. “Aahrrrh… sshh… enak De.. enak sekali”, jeritnya. Lalu kudekatkan mukaku ke liang kemaluannya untuk menjilati bibir kemaluannya yang licin mengkilap itu, lalu dengan nafsu kujilati liang kemaluan Tante dengan lidahku turun naik sepeti mengecat saja. Tante Linda semakin kelabakan, dia menggoyangkan kepalanya ke kanan dan ke kiri sambil memeras buah dadanya sendiri. “Aahhh… sshhh come on baby.. give me more, give me more… ohhhh”, dengan semakin cepat kujilati klitorisnya dan dengan jari tanganku kucoblos lubang kemaluannya yang semakin lama semakin basah.
Beberapa saat kemudian tubuhnya bergerak dengan liar sepertinya dia mau orgasme. Lalu kupercepat tusukan-tusukan jariku sehingga dia merasa keenakan sekali lalu seketika dia menjerit, “Oohh aaahh… Tante sudah keluar sayang… ahhh”, sambil menjerit kecil pantatnya digoyang-goyangkan untuk mencari lidahku yang masih terus menjilati bagian bibir kemaluannya sehingga cairan orgasmenya kujilati sampai habis. Kemudian tubuhnya tenang seperti lemas sekali, lalu dia menarik tubuhku ke atas sofa. “Wah ternyata kamu memang hebat sekali, Tante sudah lama tidak sepuas ini loh…” sambil mencium bibirku sehingga cairan liang kemaluannya berlepotan ke bibir Tante Linda. Sementara itu batang kemaluanku yang masih tegang di eluselus oleh Tante Linda dan aku pun masih memilin-milin puting Tante yang sudah semakin keras itu. “Aahh..” desahnya sambil terus mencumbu bibirku. “Sekarang giliran Tante sayang… Tante akan buat kamu merasakan nikmatnya tubuh Tante ini.
Tangan Tante Linda segera menggerayangi batang kemaluanku lalu digenggamnya batang kemaluanku dengan erat sehingga agak terasa sakit, tapi kudiamkan saja habis enak juga diremas-remas oleh tangan Tante Linda. Lalu aku juga nggak mau kalah, tanganku juga terus meremas-remas payudaranya yang indah itu. Terus terang aku paling suka dengan buah dada Tante Linda karena bentuknya yang indah sekali, juga besar berisi alias montok. “Aahhh… shhh,”, rupanya Tante Linda mulai terangsang kembali ketika tanganku mulai meremas-remas buah dadanya dengan sesekali kujilati dengan lidah pentilnya yang sudah tegang itu, seakanakan seperti orang kelaparan kuemut-emut terus puting susunya sehingga Tante Linda menjadi semakin blingsatan.
“Ahh kamu suka sekali sama dada Tante yah De?”
“Iya Tante, abis tetek Tante bentuknya sangat merangsang sih, terus besar tapi masih tetep kencang…”
“Aahhh kamu emang pandai muji orang De..”
Sementara itu tangannya masih terus membelai batang kemaluanku yang kepalanya sudah berwarna kemerahan tetapi tidak dikocok hanya dielus-elus. Lalu Tante Linda mulai menciumi dadaku terus turun ke arah selangkanganku sehingga aku pun mulai merasakan kenikmatan yang luar biasa sampai pada akhirnya Tante Linda jongkok di bawah sofa dengan kepala mendekati batang kemaluanku. “Wahh batang kemaluanmu besar sekali De… nggak disangka kamu nggak kalah besarnya sama punya orang bule”, Tante Linda memuji-muji batang kemaluanku.
Sedetik kemudian dia mulai mengecup kepala batang kemaluanku yang mengeluarkan cairan bening pelumas dan merata tersebut ke seluruh kepala batang kemaluanku dengan lidahnya. Uaah, tak kuasa aku menahan erangan merasakan nikmatnya service yang diberikan Tante Linda malam itu. Lalu dia mulai membuka mulutnya lalu memasukkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya sambil menghisap-hisap dan menjilati seluruh bagian batang kemaluanku sehingga basah oleh ludahnya. Aku pun nggak mau kalah, sambil mengelus-elus rambutnya sesekali kuremas dengan kencang buah dadanya yang montok sehingga Tante Linda bergelinjang menahan kenikmatan. Selang beberapa menit setelah Tante melakukan hisapannya, aku mulai merasakan desiran -desiran kenikmatan menjalar di seluruh batang kemaluanku lalu kuangkat Tante Linda kemudian kudorong perlahan sehingga dia telentang di atas karpet. Dengan penuh nafsu kuangkat kakinya sehingga dia mengangkang tepat di depanku.
“Ahh De ayolah masukin batang kemaluan kamu ke Tante yah.. Tante udah nggak sabar mau ngerasain memek Tante disodok-sodok sama batangan kamu yang besar itu.”
“Iiiya Tante”, kataku.
Lalu aku mulai membimbing batang kemaluanku ke arah lubang kemaluan Tante Linda tapi aku nggak langsung memasukkannya tapi aku gesek-gesekan ke bibir kemaluan Tante Linda sehingga Tante Linda lagi-lagi menjerit keenakan, “Aahhh.. yes.. yes.. oh good.. ayolah sayang jangan tanggung-tanggung masukinnya…” lalu aku mendorong masuk batang kemaluanku. Uh, agak sempit rupanya lubang kemaluan Tante Linda ini sehingga agak susah memasukkan batang kemaluanku yang sudah besar sekali itu. “Aahh.. shhh.. aoh.. oohhh pelan-pelan sayang.. terusterus… ahhh”, aku mulai mendorong kepala batang kemaluanku ke dalam lubang kemaluan Tante Linda sehingga Tante Linda merasakan kenikmatan yang luar biasa ketika batang kemaluanku sudah masuk semuanya.
Kemudian batang kemaluanku mulai kupompakan dengan perlahan tapi dengan gerakan memutar sehingga pantat Tante Linda juga ikut-ikutan bergoyang-goyang. “Aahhh argghhh.. rasanya nikmat sekali karena goyangan pantat Tante Linda menjadikan batang kemaluanku seperti dipilin-pilin oleh dinding liang kemaluannya yang seret itu dan rasanya seperti empotan ayam. “Uuaahhh..” sementara itu aku terus menjilati puting susu Tante Linda dan menjilati lehernya yang dibasahi keringatnya. Sementara itu tangan Tante Linda mendekap pantatku keras-keras sehingga kocokan yang kuberikan semakin cepat lagi. “Ooohh shhh sayang… enak sekali ooohhh yess… ooohh good… ooh yes…” mendenganr rintihannya aku semakin bernafsu untuk segera menyelesaikan permainan ini, “Aahh… cepat sayang Tante mau keluar ahh”, tubuh Tante Linda kembali bergerak liar sehingga pantatnya ikut-ikutan naik rupayanya dia kembali orgasme, bisa kurasakan cairan hangat menyiram kepala batang kemaluanku yang lagi merojokrojok lubang kemaluan Tante Linda. “Aahh… shhsss.. yess”, lalu tubuhnya kembali agak tenang menikmati sisa-sisa orgasmenya.
“Wahh kamu memang bener-bener hebat De… Tante sampe keok dua kali sedangkan kamu masih tegar.”
“Iiya Tante… bentar lagi juga Ade keluar nih…” sambil terus aku menyodok-sodok lubang kemaluan Tante Linda yang sempit dan berdenyut-denyut itu.
“Ahh enak sekali Tante.. ahhh…”
“Terusin sayang.. terus… ahhh.. shhh”, erangan Tante Linda membuatku semakin kuat merojok – rojok batang kemaluanku ke dalam liang kenikmatannya.
“Aauwh pelan-pelan sayang ahhh.. yes.. ahh good.”
“Aduh Tante, bentar lagi keluar nih…” kataku.
“Aahh Ade sayang… keluarin di dalam aja yah sayang.. ahhh.. Tante mau ngerasin.. ahhh… shhh mau rasain siraman hangat peju kamu sayang…”
“Iiiyyaa… Tante..” lalu aku mengangkat kaki kanan Tante sehingga posisi liang kemaluannya
lebih menjepit batang kemaluanku yang sedang keluar masuk lobang kemaluannya.
“Aahhh… ohhh ahhh.. ssshhh.. Tante Ade mau keluar nih.. ahhh”, lalu aku memeluk Tante Linda sambil meremas-meremas buah dadanya. Sementara itu, Tante Linda memelukku kuat-kuat sambil mengoyang-goyangkan pantatnya. “Ah Tante juga mau keluar lagi ahhh… shhh…” lalu dengan sekuat tenaga kurojok liang kemaluannya sehingga kumpulan air maniku yang sudah tertahan menyembur dengan dahsyat. “Seeerr.. serr… crot.. crot…” “Aahhh enak sekali Tante… ahhh harder.. harder… ahhh Tante…” Selama dua menitan aku masih menggumuli tubuh Tante Linda untuk menuntaskan semprotan maniku itu. Lalu Tante Linda membelai-belai rambutku. “Ah kamu ternyata seorang jagoan De…” Setelah itu ia mencabut batang kemaluanku yang masih agak tegang dari lubang kemaluannya kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya untuk dijilati oleh lidahnya. Ah, ngilu rasanya batang kemaluanku dihisap Tante Linda.
Cerita seks lainnya:

Namaku Rendi, telah beristri, bekerja di sebuah Perusahaan Swasta, Istriku cukup lumayan, cantik dan bahenol, namun yang akan aku ceritakan ini bukan soal hubungan seks ku dengan istri ku, tapi soal hubungan ku dengan seorang setengah baya, yang setatusnya adalah tante, tapi kami sekeluarga memanggilnya dengan kata Mama, hal ini wajar, agar bisa lebih akrab dan dekat.
Mama Lina, itulah sebutan dan nama dari tante istriku, Mama Lina adalah Istri dari Paman Istriku, maaf beliau (Mama Lina) adalah Istri kedua dari Paman Istriku, Cantik, tidak terlalu tinggi, wajar sebagaimana pribumi, kulitnya terbilang putih, mulus, walau bersetatus tante atau lebih tua dari istriku tapi belum terbilang tua, karena dia istri kedua dari Paman Istriku, semua lekuk tubuh sensualnya masih mengencang, mulai dari payudaranya, masih terangkat keatas dan bulat menonjol menggairahkan, putingnya juga masih seperti milik seorang gadis, perutnya belum mengendor, begitu juga pinggul dan pantatnya masih menonjol.
Anda tahu apa sebabnya ? ialah karena Mama Lina tidak pernah hamil dan ternyata selama 9 tahun berumah tangga dengan Paman Istriku, boleh dikatakan hanya 1 tahun dia digauli sebagaimana layaknya seorang istri, selebihnya selama 8 tahun selanjutnya, hanya dia bisa nikmati dengan sentuhan tangan suaminya, Itu semua dia alami Karena Sang suami memiliki penyakit Jantung kronis, dan sudah tiada.
Singkat ceritanya ialah Mama Lina sudah lebih kurang 1 tahun menjanda, sebatang kara, tidak punya anak, apalagi cucu, tidak bekerja dan juga tidak memiliki usaha, peninggalan suami pas-pasan, oleh karenanya aku bersama istri sudah berniat untuk membelanjakan atau memberikan nafkah kepada Mama Lina, mulai dari urusan bayar telepon, Listrik, sampai urusan belanja dapur. Hidupnya sehari-hari ditemani dengan seorang pembantu rumah tangga, yang juga menjadi tanggungan kami.
Nafsu sang mama angkat
Setiap dua minggu sekali istriku selalu datang menemui Mama Lina untuk menjenguk sekaligus membawanya belanja keperluan dapur ke Supermarket, aku paling hanya telepon dan paling sebulan sekali menjenguknya. Semua ini kami lakukan hitung-hitung balas budi, karena sewaktu suaminya masih ada dan kondisi kehidupan kami belum mapan kami banyak dibantunya.Suatu ketika istriku tidak dapat pergi untuk menjenguk Mama Lina, padahal sudah jadualnya untuk belanja keperluan dapur Mama Lina, istriku kurang enak badan, terpaksa aku menggantikannya, dan hal ini bukan yang pertama kali sudah sering hampir 4-5 kali, namun yang kali ini suatu hal yang luar biasa.
Aku sudah tidak canggung lagi dengan Mama Lina, karena sudah biasa bertemu dan bahkan sudah seperti Ibu ku sendiri. Soal tidur, kami sering tidur bertiga, Aku, Istriku dan Mama Lina, bahkan pernah suatu siang kami, Aku dan Mama Lina tidur berdua dikamar, jadi tidak ada hal yang aneh, namun kali ini kejadiannya tidak terencana dan sangat mengagetkan.Selesai jam kerja di sore hari, aku langsung menuju kerumah Mama Lina, untuk menggantikan istriku menemani Mama Lina belanja keperluan dapur sebagaimana rutinnya, Setibanya di rumah Mama Lina aku langsung memarkirkan mobil ku di depan garasi rumahnya.
“Sore Ma……!” Sapa ku sambil menghampiri Mama Lina yang sedang tiduran di sofa sambil menonton TV, kucium tangannya dan kedua pipinya, hal ini adalah kebiasaan di keluarga kami kalau bertemu dalam satu keluarga.
“Dengan siapa kamu Ren …?” Mama Lina bertanya sambil melirik kearah pintu utama dan melihat ku dengan kening dikerut.
“Ya dengan Mobil Ma …..!” Jawab ku santai dan berbalik ke arah Lemari Es untuk mengambil segelas air dingin.
“Jangan bercanda …., Mama Tanya beneran “
“Rendy tidak bercanda Ma…., Rendy jawab benaran “ sekarang aku duduk di bangku tamu didepan sofanya, sambil ikutan menonton TV.
“Maksud Mama, Eva tidak ikut ?” Eva adalah Istri ku.
“Eva lagi tidak enak badan, jadinya Rendy yang kesini” Jawab ku sambil mengalihkan pandangan dari pesawat Televisi kearah Mama Lina, namun pandanganku terhenti di kedua panggkal pahanya yang sedang dilipat dan saling bertindihan.Kusadari Mama Lina tidak sadar kalau dasternya tersingkap atau dia tahu tapi karena hal ini sudah biasa maka tidak ada masalah bagi kami.
Kali ini aku merasakannya agak aneh, kog aku merasa terangsang dengan pandangan ini. Aku sadar sehingga kualihkan secepatnya pandanganku lagi kearah pesawat televisi, tapi perasaan ku menggoda, sehingga aku mencoba mecuri pandang dengan melirik kearah paha tadi, hati semakin tidak tenang, pikiranku mulai tidak normal. Kucoba membuang fikiran yang sudah mulai tidak menentu arah.
“Ma….. !`” sapaan ku berhenti, aku ingin menggajak nya bicara tapi pada saat aku menyapa sacara bersamaan aku memalingkan pandangan ku lagi kearah wajah Mama Lina, tapi pandangan ku berhenti di bagian dada Mama lina yang terlihat gundukannya dikarenakan belahan dastrernya pada bagian dada melorot kesamping, karena pada saat itu posisi tidur Mama Lina disofa miring.
” Ada apa Ren … ” Tanya nya mengagetkan ku, aku segera memalingkan pandanganku kewajahnya.
” Ayo Ma…, rapi-rapi, sudah hampir jam 7 nich, nanti Supermaket tutup”
” Ren…, badan Mama rasanya lemes, kurang bersemangat, bagaimana kalau besok aja kita belanjanya”
” Yah … Mama ….., Rendy udah sampai disini, lagi pula besok Rendy ada kerja lembur, dan iya kalau Eva sudah enakkan dan bisa kesini. ”
“Ya udah kapan kapan aja “ sambutnya lagi,
“Enggak ah Ma… sekarang aja, nanti kalau ditunda-tunda jadi enggak jadi kayak dulu”
“Kamu memang orangnya keras kepala Ren, kalau ada maunya tidak bisa ditunda”
“Ya sudah Mama salin dulu, tapi kalau nanti Mama jadi sakit kamu yang repot juga”
Akhirnya dengan malas dia bangun dari sofanya menuju kamar, akupun melanjutkan menonton Televisi. Selang beberapa menit aku menunggu dengan tidak sabar, akupun melirik kearah pintu kamar, dan tiba tiba mata ku terperanjat melihat pandangan didalam kamar, kulihat Mama Lina membelakangi pintu kamar dengan hanya menggunakan celana dalam tanpa BH, sayangnya posisinya juga membelakangi ku sehingga aku hanya bisa menikmati lekukan tubuhnya dari belakang, dan cukup indah masih seperti anak remaja, semuanya serba ketat dan gempal. Aku semakin kacau.
Kuperhatikan terus dari ujung kaki sampai ujung kepalanya, rambut yang terurai semakin menggairahkan ku. Kulihat Mama lina sedang memakai Baju Kemeja putih berenda, wah rupanya dia tidak memakai BH, setelah itu dia pakai celana Jean ketat panjangnya tiga-per-empat, dan langsung berbalik kearah pintu kamar, aku dengan cepat juga memalingkan muka kearah Televisi seolah-olah tidak tahu apa yang terjadi tadi di kamar.
“Ayo Ren …. Kita jalan “, sapa Mama Lina yang sudah keluar dari kamarnya, dan akupun meraih remote TV untuk mematikan TV, sambil bangun dari sofa yang aku duduki.
“Kalau nanti Mama sakit, kamu harus tanggung ya Rend !” Mama Lina membuka lagi pembicaraan setelah beberapa menit kami meninggalkan rumahnya dan Mama lina sedang menikmati jalan sambil duduk disebelahku. Aku sambil memegang setir mobil menjawab dengan santai dan manja.
” Ya …. Iya dong Ma…., siapa lagi yang ngurus Mama kalau bukan Rendy.”
” Mama sambil rebahan ya Ren ?” pintanya sambil merebahkan sandaran jok mobil yang didudukinya.
” Boleh kan Ren ?” pintanya lagi sambil memegang tangan kiriku, tapi saat ini posisi Mama Lina sudah rebah dan terlentang, seolah-olah memerkan dadanya yang menonjol menggairahkan itu.
Aku menoleh kesamping kearah Mama Lina sambil mengangguk, tapi lagi-lagi pandanganku terhenti didada Mama Lina, yang terlihat samar lekukannya dari balik bajunya yang sengaja tidak dikancing pada bagian atasnya. Kuarahkan lagi pandangan ku kejalan raya agar tidak terjadi apa-apa.Setibanya di Supermarket mobil aku parkirkan ditempatnya dan kami pun berjalan menuju kedalam supermarket sambil bergandengan, Mama lina mengait tanganku untuk digandolinya, hal ini sudah biasa bagi kami, tapi kali ini darah ku berdesar-desar saat bergandengan tangan dengan Mama Lina, bagaimana tidak berdesar, yang sedari tadi dalam fikiran ku terlintas terus lekukan buah dada Mama Lina kini tersenggol-senggol mengenai siku kiri ku seirama dengan gerakan langkah kami selama menuju kedalam Supermarket.
Setibanya didalam supermarket aku langsung menyambar lorry yang berada disisi pintu masuk supermarket, dan kami pun bergandengan lagi menuju ke barisan etalase keperluan Rumah tangga. Satu persatu barang keperluan dapur dipilih dan diambil oleh Mama Lina, akupun asik dengan kegiatan ku sendiri memperhatikan lekukan badan Mama lina yang masih mengencang yang bergerak terus kadang merunduk dan berdiri lagi sambil ia memeriksa barang yang terdapat dietalase. Khayalan ku terhenti karena sapaannya.
” Rend coba kamu lihat labelnya ini, apakah jangka waktunya masih berlaku tidak “ pintanya sambil jongkok dan dan tanpa melihatku kebelakang dengan tangan memegang sebuah makanan kaleng memberikan kepada ku.Kemudian aku bergerak mendekati Mama Lina dan berdiri tepat disampingnya yang sedang jongkok, kuambil makanan kaleng yang ada ditangannya dan kuperhatikan dengan seksama label masa berlaku yang dimaksud.
” Masih lama nih Ma……” Jawab ku sambil mengembalikan makanan kaleng tadi kepada Mama Lina, yang saat ini posisinya sedang membungkuk memperhatikan barang-barang yang lain.
Aku terperanjat melihat dua buah gunung yang menempel di dada Mama Lina, terlihat jelas karena posisinya yang membungkuk sehingga bajunya menggantung kebawah.Buah dada yang indah, masih mengencang, dan memiliki putting yang masih kencang dan tidak terlalu besar, maklum karena Mama Lina belum pernah menyusui bayi. Bentuknya masih bagus, tanpa keriput sedikitpun di sekitar putingnya, putih mulus dan terawat dengan baik. Ada sekitar sepuluh detik aku memperhatikannya, terhenti karena Mama lina berdiri dan bergeser posisi.Kini akupun tetap berada disampingnya, dengan maksud untuk mendapatkan kesempatan memandang seperti tadi, dan benar Mama lina sebentar-bentar menunduk, dan kesempatan itu tidak aku lewati dengan langsung mengincar pandangan buah dada yang indah itu. Sudah lebih kurang setengah jam kami mengitari etalase demi etalase, tiba-tiba dari posisi jongkok Mama Lina meraih tangan kiriku yang sedang berada disebelahnya. Sambil menggandul ditanganku Mama Lina berdiri dan merapatkan badannya disisi badan ku langsung meletakkan wajahnya di bahu kiri ku sambil bergumam
” Mama pusing Ren.. Mama udah enggak kuat lagi” Kemudian tangan kiri ku mengait pinggul Mama Lina setengah memeluk dan berkata,
“Ya.. sudah Ma, kita pulang aja, kalau masih ada yang kurang belanjaannya bisa dibeli di warung dekat rumah aja” Tanpa menunggu jawaban Mama Lina, sambil tetap merangkulnya tangan kanan ku meraih kereta dorong belanjaan dan berjalan menuju Kasir.
Selesai membayar semua belanjaan aku pun meminta petugas kasir untuk membantu membawakan barang ke Mobil, sementara aku berjalan didepan sambil merangkul Mama Lina. Yang kurasakan sekarang buah dada Mama Lina menempel di rusuk kiri ku, dan nafasnya yang wangi sangat terasa disisi pipi ku. Setibanya di Mobil aku pun membukakan pintu dan membimbing Mama Lina masuk ke Mobil, perlahan aku dudukan dan kurebahkan ke kursi yang berada disebelah supir, dan sambil kedua tangan ku menahan badan Mama Lina rebah, tersenggol lah kedua sisi buah dadanya oleh tangan ku, aduh… alangkah kerasnya tuh buah dada.
Diperjalanan pulang kutanyakan apakah perlu diperiksa ke dokter, tapi Mama Lina mengatakan tidak perlu, karena dia hanya merasa pusing biasa, mungkin masuk angin. Aku pun menyetujui dan langsung mengarahkan mobil ke rumah Mama Lina. Kusempatkan memegang kening Mama Lina dengan tujuan memeriksa apakah badannya panas atau tidak. Kupalingkan pandangan ku sekali sekali kearah Mama Lina yang tiduran disamping.
“Masih pusing Ma….., Tanyaku.
“Sedikit ….. ” jawabnya singkat.
“Ntar juga sembuh Ma …….”.
Pembicaraan kami terhenti dan diam beberapa saat.Mobil aku parkir didepan rumah, dan dengan bergegas aku turun terus menghampiri sisi pintu kiri mobil untuk membukakan pintu bagi Mama Lina, pintu pun ku buka, kulihat Mama Lina terasa berat mengangkat badannya dari Jok Mobil.
“Bantu Mama dong Ren…., dasar tidak bertanggung jawab ” hardiknya manja.
Akupun langsung merangkul pinggulnya turun dari Mobil dan langsung memapah kedalam rumah. Setibanya didepan pintu masuk Mbok Atik pembantu Mama Lina membukakan pintu dan aku sambil membopong Mama Lina memerintahkan Mbok Atik untuk menurunkan barang serta menguncil kembali mobilnya.
“Mama mau tiduran di Sofa atau dikamar?”
“Dikamar aja Rend” Kami pun menuju kamar, dan aku langsung membaringkan Mama Lina terlentang di tempat tidur. Mama Lina pun berbaring sambil memegang kepalanya.
“Rendy balur minyak kayu putih dulu ya.. perut Mama, setelah itu Rendy pijit kepala Mama” Pintaku.
Mama Lina diam saja, dan aku mengartikan dia setuju, akupun langsung beranjak mengambil minyak kayu putih yang tersedia di tempat obat. Kuangkat sedikit baju kemeja bagian bawah Mama Lina sampai batas rusuk bawahnya, dan akupun membalurkan minyak kayu putih tadi, dengan lembut aku lakukan.
“Ma … Kancing celana Mama di lepas ya… biar lega bernafas” Aku tahu dia pasti tidak menjawab dan aku pun langsung melepas kancing celana nya.
Selesai aku membalur bagian perutnya dan tanpa meminta ijin aku membalur bagian dada atasnya, saat itu Mama lina kuperhatikan sedang memejamkan matanya sambil kedua tangannya memegangi kepala. Dan aku duduk diatas tempat tidur disisi kanan Mama Lina. Sesuai janji ku, selesai membalur akupun mulai memijit kepala Mama Lina, perlahan kutarik kedua tangannya kebawah, dan tanpa kusadari tangan kanannya jatuh diatas pangkal paha ku hampir mengenai punya ku.
Perlahan aku pijit dengan lembut kepalanya, dia pun menikmatinya, tiba-tiba aku teringat pemandangan yang indah sewaktu di supermarket tadi, dua gundukan daging yang menggairahkan, seketika itu juga pandangan ku berpindah ke dada Mama Lina, tapi sial yang terlihat hanya bagian atasnya, bajunya hanya terkuak sedikit pada saat aku membalurkan minyak kayu putih pada bagian dada tadi.
“Ren …. Jangan pulang dulu…, temani Mama sampai enakan” Aku terkejut dengan suara tadi dan akupun memalingkan muka ku kearah wajah Mama Lina, sambil mengangguk.
Pijitan ku terus pada kepala Mama Lina, dan Dia pun kembali memjamkan matanya.Terasa capek karena posisi ku memijit agak membungkuk, akupun pindah duduk di lantai karpet. Sekarang posisi memijit ku sambil duduk dilantai dengan kepala aku tidurkan ditempat tidur, pas berada disamping karena buah dada Mama Lina.Karena mungkin terlalu capek, akupun tertidur pulas, ada mungkin 15 menit, dan aku terbangun karena tekanan buah dada sebelah Kanan Mama Lina pada ubun-ubun kepala ku.
Kuangkat kepala ku, kudapatkan Mama Lina sedang tidur miring kekanan menghadap ku, dan tanpa kusadari sekarang pipi ku menempel langsung pada bagian atas buah dada kanan Mama Lina. Aku tidak berani bergerak, kudiamkan saja pipi ku menempel, tapi barang ku mulai bergerak mengeras. Ada lebih kurang satu menit aku terdiam pada posisi ini, dan tiba-tiba Mama Lina memindahkan tangan kirinya yang sedari tadi di atas paha nya ke bahu ku tepat dibawah leher, seolah-olah memeluk ku. Gerakan Mama Lina tadi menyebakan bajunya yang terkuak nyangkut di dagu ku dan tertarik kebawah, sehingga makin terbuka lebar buah dada yang terbuka, dan kepala ku juga ikut terdorong kebawah dengan posisi tidur Mama Lina masih miring dan yang menyenangkan bagi ku ialah putting susu kanan yang kecil mungil tadi berada satu centimeter diujung bibir ku.
Aku heran dan gemeter, apakah ini sengaja dilakukan oleh Mama Lina, dan apakah dia benar-benar tidur sehingga tidak mengetahui keadaan ini. Sementara fikiran ku bertanya-tanya tanpa kusadari lidah ku sudah mulai menjilati pinggiran putting yang kecil mungil dan halus itu, terus aku jilati sepuas ku dan perlahan aku geser kepala ku sedikit agar lebih dekat dan dapat mengisap serta mengulumnya. Kini aku isap putting yang menggairahkan itu.
Mama lina masih memejamkan matanya, entah tidur atau tidak tapi aku sudah tidak perduli lagi dan perlahan aku buka satu lagi kancing baju atasnya, agar aku bisa lebih leluasa menjilati buah dada yang indah ini. Tiba-tiba ada gerakan pada kaki Mama Lina, dan dengan segera aku lepas kuluman bibir ku di putting Mama Lina dan aku ber pura-pura tidur, wah bener Mama Lina menggerakkan badannya dan berpindah posisi miring membelakangi ku.
Untuk beberapa saat aku terdiam sambil memperhatikan punggung Mama Lina, namun fikiran ku terus merayap mencari akal agar aku dapat menikmati buah dada yang montok tadi, maklum nafsu ku sudah mulai tidak bisa dibendung, untuk pulang kerumah menyalurkannya perlu waktu lagi, sementara disini sudah mulai dapat kesempatan, apalagi aku tahu Mama Lina sudah bertahun-tahun tidak pernah di sentuh barang sakti, pasti vaginanya sudah mulai rapat dan ketat lagi.Akhirnya aku putuskan untuk memberanikan diri naik ketempat tidur dan berbaring disebelah Mama lina dengan posisi miring menghadap punggung Mama Lina.
Untuk beberapa saat aku merfikir memulainya dari mana, aku bingung, tapi akhirnya aku putuskan untuk memeluk Mama Lina dari belakang dengan melingkarkan tangan kanan ku ketengah dadanya. Perlahan ku tempelkan telapak tangan ku bagian atas buah dada kiri Mama Lina, wah…. benjolannya masih keras, pelan ku gerakkan tangan ku turun ke bagian tengah buah dadanya, sekarang posisi tangan ku sedang mempermainkan putting buah dada Mama Lina sambil sebentar – sebentar meremasnya.
Kurasakan badan Mama Lina bergerak dan akupun berhenti dalam permainan ku sejenak dalam posisi masih memeluk Mama Lina dan tangan ku masih berada diatas gundukan buah dada Mama Lina. Bersamaan akan aku mulai lagi permainan ku tadi, karena aku anggap Mama Lina sudah pulas lagi, ku dengar suara serak dan parau dari sebelah ku.
“Ren dari tadi Mama tahu kalau Rendy mimik, dan sekarang pegangi susu Mama “ suara ini datangnya dari Mama Lina. Aku sangat terkejut dan kaku sekujur tubuh ku, takut dan bersalah.
“Ma …..” belum selesai aku berbicara tiba–tiba tangan ku yang berada diatas buah dada Mama Lina dipegangnya dan ia berkata
“Tidak apa-apa Ren……., kalau kamu masih belum puas teruskan aja, asal kamu bisa memberi kesenangan pada Mama”
Tanpa menunggu aba-aba lagi dari Mama Lina, aku segera menarik badan Mama Lina sehingga pada posisi telentang, dan karena kancing bajunya sudah terbuka setengah maka terkuak lah buah dada yang aku remas -remas tadi.
“Rendy akan memberikan kepuasan yang telah lama hilang dari Mama malam ini” selesai berkata demikian, aku langsung menerkam dan melumat bibir mungil yang dihadapan ku.
Permainan bibir berjalan sangat panjang, kami saling bertukar menghisap bibir atas dan bawah, saling mempermainkan lidah, bagaikan dua orang yang sudah lama tidak berciuman.Permainan bibir dan ciuman kuhentikan dan aku berkata lembut sambil memandangi mata Mama Lina yang sudah mulai layu.
“Mama sudah puas ciuman Ma ……..” dia tersenyum dan mengangguk.
“Sekarang Mama nikmati ya……., Mama diam dan nikmatilah, Rendy akan memberikan kesenangan yang Mama minta”
Perlahan aku pelorotkan badan ku yang ada diatas Mama Lina turun kebawah, sehingga muka ku persis diatas dada Mama Lina. Ku ciumi lembut leher kirinya dan perlahan berputar ke leher sebelah kanan, setelah puas dengan ciuman di leher, ciuman aku pindahkan kebagian atas dada Mama lina.
Pertama aku ciumi dan aku jilati gundukan kedua dadanya, dan bergeser kebagian tengah, kini aku kitari keliling gundukan buah dada yang kanan dan sekarang yang kiri. Perlahan ku rambatkan juluran lidah ku keatas puting susu kiri Mama lina dan kuisap sedikit-sedikit sambil menggigit halus. Kuraskan kedua tangan Mama Lina mulai mendekap badan ku, dan kurasakan juga Mama Lina mulai menggerak-gerakkan pinggulnya yang kutahu dia sedang mencari ganjalan agar menekan tepat dibibir vaginanya. Aku pindahkan lagi kuluman dan permainan bibir ku ke putting susu Mama Lina yang sebelah kanan, Mama lina makin bergerak agak cepat, dia mulai terangsang penuh.
“Enak Ma….., ???Mama Senang .??…..”sambung ku lagi.
“Ren …. Mama senang, Mama Puas….., Kamu pinter, kamu lembut …….anak manis, …… Mama sudah lama sekali tidak merasakan ini, Mama ….mau kalau setiap ketemu Kamu cium dan mimik Mama………”“Ren ……, lagi nak ……., jangan terlalu lama ngobrolnya, teruskan aja apa yang kamu mau lakukan, Mama pasti senang”.
“Cium lagi Ren ….., Mimik lagi anak manja …..’”
Aku pun meneruskan permainan lidah ku di kedua susu yang mentul dan keras itu. Perlahan ciuman dan jilatan ku turun ebawah sambil aku melorotkan lagi badan ku, kini kaki ku sudah menyentuh lantai. Ku ciumi perlahan perut Mama lina terus kebawah sambil membuka resliting celana Mama lina.Sekarang posisi ciuman ku sudah berada dibagian bawah pusar Mama Lina, kira-kira satu centi lagi diatas klitoris Mama lina.
Badannya mulai bergerak tidak menentu, pinggulnya naik turun seakan ingin segera ujung lidah ku menyentuh belahan yang sudah mulai membasah ini, sesekali kudengar suara desis dari bibir mungil Mama Lina dan nafas yang sudah mulai tidak menentu.
“ahhkk…. Hek …….ehhhh, yaa…hhhh Ren……”
Perlahan kutarik dan lepaskan celana jean dan sekaligus celana dalam Mama lina, badan dan kakinya ikut dilenturkan agar mudah aku melepaskan celana yang menutupi vaginanya.Sekarang celananya sudah terlepas tidak ada lagi yang menutupi kulit mulus Mama Lina dari pusar kebawah, sementara kancing baju yang dipakainya sudah kubuka semua dan telah terbuka lebar.Aku terdiam sejenak dan memandangi tubuh mulus Mama Lina yang sedang telentang pasrah sambil memejamkan matanya. Kupandangi dari kedua buah dadanya sampai ketengah selangkangannya yang menjepit vagina yang ditumbuhi bulu halus dan pirang, Berulang kali aku pandangi, akhirnya aku terkejut oleh suara Mama Lina.
“Anak manja …….., apa sudah selesai kamu puaskan Mama, …..atau Mama cukup kamu pandangi saja seperti itu??”
“Tentu tidak Mama sayang ……, Mama akan mendapatkan kepuasan yang belum pernah Mama dapatkan sebelumnya,. …..tapi Rendy tidak akan menyia-nyiakan pemandangan yang langka ini, jadi Rendy puas-puaskan dulu memandangi Mama….”
“Ayo lah Ren…., mama sudah tidak sabar lagi merasakan kepuasan yang kamu janjikan….., kamu bisa memandang Mama kapan saja dan dimana saja nanti, Mama pasti kasih asal kamu selesaikan dulu sekarang”
Tanpa menjawab apa-apa lagi aku pun berlutut diujung kakinya du tengah kedua kakinya. Perlahan aku elus dengan kedua tangan ku kedua kaki Mama Lina mulai dari bawah betisnya sampai kepangkal pahanya ber-ulang kali naik turun sambil kedua ujung jari ku menyentuh sekali-sekali bibir kiri dan kanan Vaginannya. Rangsangan mulai dirasakan Mama Lina, kaki dan pinggulnya mulai bergerak dan kejang-kejang. Melihat hal itu aku langsung membungkuk dan menjilati sekeliling bibir Vagina Mama Lina.
Tercium aroma khas vagina yang terawat dan basah….., dan aku yakin kalau vaginan ini sudah bertahun-tahun tidak disentuh benda keras, kelihatan rapat dan tidak berkerut seperti genjer ayam, satu keuntung besar aku dapatkan. Permainan lidah ku berlangsung semakit lincah dan sembari menggigit dan menghisap bagian klitoris yang benar sensitive itu.
“Ren…. Enak sekali Rennnn ……., kamu benar ……, Mama belum pernah merasakan jilatan seperti ini …… sungguh sayang …., ahhhkkk Ren …..ahhhh ehhhhhhhlk kkk….. “ sambil bergumam Mama lina menarik rambut ku dengan kedua tangannya agar aku merapatkan dan menekan bibir ku kuat ke Vaginannya.
“Jangan berhenti Ren ….. , Mama puas…., Mama ahhkk…. Mam….., Mama menikmatinya Ren ……. Uhhh…..”
“Kamu apain Ren……, Tobat anakku….., ampun … Mama ……..ahkkkkk ahhhhhhh enak Ren……,”Aku tidak perdulikan ocehannya, terus aku jilati vaginanya yang semakin basah, kutahan pinggulnya dengan kedua belah tangan ku agar tidak menggangu permainan ku dengan rontakan nya.
Tiba – tiba aku rasakan kepala ku diangkat keatas dan kulihat Mama Lina sudah duduk dihadapan ku, dengan cepat kedua tangan Mama Lina meraih ikat pinggang dan kancing celana ku, dan membuka resliting celnaa ku. Kurasakan darah ku mengalir cepat dan bulu roma ku berdiri pada saat tangan kanan Mama Lina menelusup masuk kedalam celanaku dan mengelus batang kemaluan ku.
Ku diamkan saja apa Maunya. Mama lina terus mengelus sembari meremas remasa kelamin ku. Dengan tidak sabar di pelorotinya celana ku, dan karena posisi kuberdiri dengan lutut diatas tempat tidur dihadapan Mama Lina, sehingga gerakan tanganya melorotkan celanaku dan celana dalam ku berhenti di lutut ku, tapi itu semua sudah cukup untuk membuat kemaluan ku tidak tertutup lagi
“Ren ….. besar sekali kamu punya “ di berkata sambil mengelus-ngelus batang dan kantong biji kemaluan ku.
“Ren apa tidak sakit Ren …., Mama kan sudah lama tidak dimasuki ……”
“Tidak Ma….., Nanti Rendy akan pelan – pelan dan Mama akan merasakan nya nikmat..”
Dan ahhhhhk….., tersentak nafasku, Mama Lina sudah mengulunm ujung batang kemaluan ku, dihisapnya dan sambil memaju dan memundurkan kepalanya aku rasakan setengah batang kemaluan ku sudah masuk kerongga mulut Mama Lina. Aku biarkan dia menikmatinya sambil membuka baju ku, setelah itu, aku membuka baju Mama Lina yang sudah terlepas kancingnya tadi.
Sambil Mama Lina menikmati Batang kemaluanku, kedua tanganku juga meremas-remas buah dadanya dan sekali mengelus punggungnya dan yang lainnya. Pokoknya hampir seluruh badannya aku elus. Ciuman Mama Lina di batang kemaluan ku berhenti dan kedua tangan ku diraihnya, dan ditariknya sambil Mama Lina merebahkan kembali Badan nya, maka badan ku pun tertarik merebah menimpa diatas badannya.
” Mama sudah tidak sabar lagi kepengen meraskan batang milik anak Mama yang besar itu Ren ..”
“Iya … Sayang …. “ Sambut ku sambil menyambar bibir mungil Mama Lina.
Sembari mencium, pinggulku ku gerak-gerakan untuk mengarahkan Batang sakti ku masuk ke mulut Vagina Mama Lina yang sudah sempit lagi itu. Kurasakan Batang ku sudah menempel di Vaginanya, dan aku rasakan Mama lina mengangkat pinggulnya untuk menekan rapat kebatang kemaluanku.Kuangkat pantat ku dan pelan kuarahkan ujung batang kemaluan ku tepat di tengah lubang yang basah ini, kutekan pelan-pelan dan ahkkkk tersentak badan Mama Lina.
“Sakit Ma ……??”, Tanya ku dan Mama Lina tidak menjawab dia hanya mendesih…. Ehhhhhhh. Aku terus menekan sedikit demi sedikit, masuk sudah setengah kepala batang kemaluan ku…..Kutekan terus dan sekarang seluruh kepala kemaluan ku sudah masuk di lobang nikmat ini…… Kutekan terus per lahan dan pelan dan masuk lah setengah Batang ku tapi Mama Lina berteriak…..
“Aduhhhhhh … ahhkkk…”Aku hentikan gerakan menekan ku dan akubertanya :
“Sakit Ma……,??”Dia mengangguk tapi kedua tangannya memegang pinggul ku seakan tidak membolehkan aku mencabut batang ku dari vaginanya.
Aku berfikir, baru setengah sudah sakit dan terasa terjepit. Memang Batang ku cukup besar diatas normal sementara Mama Lina tipikal tubuh badan pribumi yang mungil dan memiliki barang yang sempit, aku jadi penasaran dan ingin merasakan nikmatnya kalau seluruh batang ku masuk. Perlahan kugerakan lagi pantatku menekan kedalam, lembut sekali dan sangat perlahan.
“Ehh… ahhh…, Ren…. Ahhhhh…. Iya ehhhh ahh …. Ren …..,” itu lah suara yang keluar dari mulut Mama Lina seiring gerakan ku naik turun yang menyebabkan barang ku keluar masuk.
Sedikit -sedikit gerakan menekan kedalam aku tambah sehingga batang ku yang masuk semakin dalam. Aku rasakan diujung batang ku seperti di hisap-hisap, alangkah nikmatnya, aku hampir tidak tahan. Aku perkirakan semua batang ku sudah ambles kedalam karena terasa hangat dan nikmat. Dengan lembut aku rapatkan selangkangan ku sambil kedua tangan ku menguak dan mengangkat kedua kaki Mama Lina. Ku tekan rapat-rapat dan ku gerakkan memutar pinggul ku dengan pahaku menempel rapat dan semua batang ku telah masuk.
“Ren ….. nikmat sekali ren, sudah lama sekali Mama tidak merasakan seperti ini, kamu pandai bermain seks … Nak… Mama … bisa ketagihan Ren….”Aku terus memutar pinggul ku dan menciumi lehernya sambil merapatkan badan ku.
“Mama bisa minta kapan saja ….., Mama tinggal telepon dan Rendy pasti melayani Mama ……”
“Ma ….. punya Mama masih enak, rapat dan menghisap …., Rendy menikmatinya Ma…..”
“Ahhhkk Ren …., goyang ehhhhh, goyangnya lebih cepat sayang ….., Mama kayaknya mau dapat “
“ahhkkkk Ren ,,,, ya…. Uhhhh ……hekkk .. Ren……”Aku hentikan sejenak goyangan ku dan kuperbaiki posisi ku dengan sedikit menarik dengkul ku agak menekuk agar pada saat dapat nanti aku bisa leluasa mengankat dan menekan pantat ku dengan leluasa.
“Jangan berhenti sayang …..”
“tenang Ma…. Kita dapatnya bareng, … pada saat dapat nanti Rendy akan keluar masuk kan punya Rendy biar Mama lebih nikmat lagi…. Kalau dapat Mama bilang Ya…..” aku sudah mulai menggoyang pinggul ku dengan merapatkan panggkal paha ku.
“Ma…. Sekarang nikmati, pejam kan mata Mama ….” Ku goyangkan terus berputar pinggul ku makin lama makin cepat.
“Ren …. Ahhhh, terus Ren…., Terus Sayang,….. auuu… ahh…., ya…. Ren….Ya……”
“Uh ……ahhhh, eeeenak,,,, sekali anak ku….., kamu…. Ahhhhh, goyang … tekan,,,,,,” Semakin mengejang seluruh badan Mama Lina dan goyangan ku semakin cepat berputar.
“Ren… ahhhh, Ren …. Reennnn , Mam ….. ahhhh, ahhhh .., Ren ……. Dah……., Mama mau ….., Mama keluar anakku…..” Mendengar perkataan itu aku pun mempercepat goyang ku.“Ren…. Enak Ren,,,,,,,… terus Rennn…” aku tekan dan aku goyang terus, sambil aku menahan agar aku tidak keluar. Sengaja aku lakukan agar Mama Lina puas dulu baru aku keluar.
“Dapat yang panjang …. Ma,….. Ah,….. yang lama … Ma …. Puaskan Ma……”
“Mama puas Ren,,,,,…. Terus Ren,,,,,,,. Ahhhhh, ahh huhhhh…. Kamu dapat juga sayang …. “
Aku hentikan goyangan ku dan dengan segera aku ganti dengan gerakan naik turun.
“Au …. Ahh… Ren ,,,,, , ya…. Ren… yang kayak gini makin nikmat Sayang…..”
“Puas…. Puas…. Aduhh… enak sekali…. Ahhhhhh, yam,,,yahhhhhhh terus Ren …….” Gerakan naik turun ku semakin cepat dan batang ku terasa semakin keras nafas ku semakin tidak teratur.
“Ma… ahhhh, Ma….., ya….. Mama Sayangg ……, enak sekali Ma…., Punya Mama kering ……, auuu Aduhhhh”
“Ahhhhh, Mam…. Rendy mau dapat Ma….”
“Dapat lah Sayang …. Dapatlah…., semburkan semua …… Mama sudah puas sekali….”
“Ayo …. Ayo Manja……”Akupercepat gerakan ku sehingga bunyi yang terdengar semakin berdecak, agak kutegakkan badan ku mengambil posisi siap untuk menembakkan cairan dari Batang ku.
“Rendy dapat Ma …., Keluar ahhhhhh Ma,,,,,,,”.
“Re…. Mama juga rasakan sayang…., hou…. Keras sekali sayang,,,,,,,, terus Nak……, puaskan manja….”
Semburan mani ku banyak sekali dan berulang ulang, tidak tahu berapa kali, dan gerakkan ku makin pelan dan akhirnya tubuh ku lunglai menimpa tubuh kecil Mama Lina.Aku masih terkulai diatas Mama lina sementara batangku belum kucabut dan masih kurasakan denyutan-denyut liang vagina Mama lina.
Perlahan aku jatuh kesamping kanan Mama Lina yang sedang terbaring lunglai juga, aku masih memejamkan mata ku sambil menikmati permainan yang baru saja selesai. Mama Lina memiringkan badannya menghadapku dan tangan kirinya melingkari dada ku, dan menciumi pipi ku.
“Mama puas sekali Ren…, Terima kasih Na……,”dia terus menciumi pipi ku dan aku melirik sambil tersenyum. Kulihat dia sedang menyibak selangkangannya dengan tissue yang ada di meja samping tempat tidur, dan setelah selesai Mama lina bangkit duduk mengelap batang ku.
Gairah adik ipar
Aku seorang suami dengan dua anak. Saat anakku kecil aku tinggal dengan mertua. Saat itu aku sering memperhatikan dengan diam-diam tubuh adik iparku yang saat itu masih sma. Ingin rasanya aku melumat tubuhnya yang montok itu.
Suatu hari niatan itu kesampaian. Ia sudah bersuami dan punya satu anak. Siang itu aku ke rumah mertua untuk antarkan sesuatu. Tak kuduga ia ada di sana. Ia hanya diantar A suaminya kemudian suaminya itu pulang lagi.
Suasana rumah sepi ketika aku tiba disana. Bpk dan ibu mertua seperti biasa sedang di sawah. Dan anaknya baru tidur. Seperti biasa aku langsung masuk. Ternyata ia sedang mandi di kamar mandi. Kesempatan ini, pikirku. Dengan sengaja pura-pura nggak tahu aku masuk kamar mandi untuk kencing. Ia terkejut dan hampir berteriak. Maaf dik aku mau kencing. Kulihat dengan jelas tubuh montoknya yang telanjang.
Cepat mas aku malu, katanya. Usai kencing beneran, aku nggak segera pergi. Ia ketakutan ketika aku mendekat. Nggak usah teriak, kamu mau kita semua jadi malu. Atau kamu mau kucekik sekarang ? ancamku. Ayo, layani aku. Aku nggak beda dengan suamimu kok, bisa puaskan kamu. bahkan mungkin rasanya lain. ia beneran takut, tapi tidak juga berteriak.
Walau sedikit meronta, ia tetap diam ketika aku mulai memeluk tubuhnya yang telanjang dari belakang. Dengan segera kukecupi pundaknya yang mulus. Ia mencoba menghindar tapi dekapan tanganku lebih kuat. Kujilati dengan merata. Sementara itu kedua tanganku meremas dengan lembut kedua payudaranya yang meski sudah agak kendur tapi nampak masih montok itu. Aku tahu dengan yakin ia ketakutan untuk teriak. Mungkin ia mengira aku akan sangat kasar. tapi aku tak mau egois, justeru dengan lembut mungkin ia akan terbawa nafsu alaminya untuk mereguk nafsu seks tidak dengan suaminya. dan tenyata benar. Kini ia tak lagi mencoba melawan. Maaas!!!!!! Jangan !!!!!
Hanya itu desahan lirihnya. Sesuatu yang bertolak belakang. Ia katakan jangan tapi aku yakin nafsunya tak mampu menolak lagi rangsangan dariku. Apalagi setelah kusapu seluruh punggungnya dengan lidahku, semakin turun dan kini, setelah kulepas pakaianku,tanpa ragu kujilati bokongnya dengan sangat merata. Kini dengan masih tetap berdiri tangannya menumpu pada bibir bak mandi. Nafasnya mulai tak teratur. Aku berjongkok di belakangnya. Belahan bokong itu kusibak. Kujilati anusnya yang sebelum itu kusabuni biar bersih. Dengan sendirinya ia membuka kakinya mengangkang lebih lebar. Ia mendesah lirih. Kini aku merubah posisi. Aku duduk berselonjor di lantai kamar mandi, dengan mukaku tepat dibawah selangkangannya.
Dengan leluasa aku kini menggeser jilatanku pada bibir vaginanya. Ia menjerit kecil. tapi tak akan ada yang dengan karena kamar mandi ini kini sudah kukunci dari dalam. Ia tak kuasa membiarkan pinggulnya diam. perlahan tapi pasti meliukkkan pinggulnya agar lidahku lebih merangsek ke dalam. Sementara itu kubiarkan saja penisku yang mengembangnya dengan maksimal. Tak lama kemudian hanya tujuh menitan kujilati vaginanya tiba-tiba napasnya tertahan. Pinggulnya mendekap erat mukaku. Ia lepaskan nafasnya dengan menjerit kecil. Kurasakan cairan hangat meleleh keluar. Ia orgasme. Kini nafasnya jadi tidak beraturan.
Duduklah sayang, turunlah. Kemudian ia merendah, duduk dipangkuanku. Penisku yang tegak kusembunyikan dulu di lipatan paha agar ia tak kesulitan duduk berhadapan di pangkuanku. Mas nakal, aku tak pernah merasakan yang aneh-aneh seperti ini dengan suamiku, komentarnya. Kini aku benar yakin ia telah gelap mata untuk melampiaskan hasratnya. Kini ia jadi aktif. Didekatkannya wajahnya ke wajahku. hari ini, yang bertahun lalu hanya ada di pikiran kotorku, kini benar-benar kurasai.
Wajah montok dan bersihnya kuciumi. Bahkan dengan bernafsu bibirnya aktif mengulum-ngulum bibirku. Kesempatan itu kusia-siakan. Kuberikan nikmatnya berciuman melalui teknik berciuman yang kukuasai. Hari ini secara sengaja juga kutunjukkan kebolehanku dalam mengantar mendaki ke puncak birahi agar ia ketagihan untuk mereguk nikmatnya seks denganku. Setelah itu kini kumulai seranganku pada payudaranya.
Gundukan kembar itu kujilati sepenuhnya sebelum sampai putingnya. Sudah sejak tadi sebenarnya payudara itu mengembang secara penuh. Hinga tiba saatnya, puting itu kulahap dengan ganas. Bersamaan dengan itu saat pahaku sedikit kubuka, penisku menyembul dan menyentuh bibir vaginya. Dengan segera, hilanglah sabarnya,ia menekankan vaginanya, dan blesss meski agak sesak kini penisku menghunjam ke vaginanya.
F adik iparku yang tadi ketakutan sekarang dikuasai kegilaan. Pinggulnya menari seirama gelombang hasratnya, dengan buas. Kini kubiarkan saja ia menarikan tariannya, sambil kupandangi dua payudaranya yang bergoyang hebat. sepuluh menit kemudian ia menghentikan tariannya, tubuhnya mengejang dengan dekapan pahanya sangat kuat dan ujung selangkangannya itu ditekan sangat hebat hingga tak semili pun penisku ada di luar. Cairan hangat kedua membanjir.
Ia menjerit tertahan, nafasnya terengah-engah kemudian lunglai. Tak peduli lagi, ia kemudian melorot dari pangkuanku, terlentang di lantai kamar mandi. Kini tak lagi malu atau menolak, kulampiaskan puncak hasratku, kuambil bagianku. Selangkangan itu kubuka lagi dan pinggulku menggila menghunjaminya berkali-kali, hingga tak tahan lagi penisku yang tegak menyemprotkan mani ke dalam dasar vaginanya. Sejak itu kami sering melakukannya dengan diam-diam.

Saya mau bercerita tentang pengalaman saya beberapa waktu yang lalu. Saya adalah wanita yang memiliki hyperseksual yang dalam hal ini kecanduan akan kebiasaan sepongan (melakukan oral seks terhadap kemaluan pria). Sudah lama sekali saya waktu pertama kali menghisap kemaluan pria. Waktu itu umur saya 16 tahun. Dan setelah kejadian itu, saya sudah mendapatkan 2 kejantanan pria lagi untuk saya sepong. Saya benar-benar tidak puas dengan tidak terpenuhinya keinginan saya untuk menghisap kemaluan pria. Masalahnya saya sering dipingit orang tua, apalagi ditambah dengan lingkungan sekolah saya yang merupakan sekolahan khusus cewek. Jadi saya sering sakaw (menagih) kemaluan pria. Suatu malam, saya sudah benar-benar tidak tahan lagi. Buku dan VCD porno pun tidak bisa memuaskan saya. Bahkan waktu saya melakukan masturbasi pun saya tetap merasa kurang puas.
Saya yang sehabis masturbasi, membuka jendela kamar saya yang berada di lantai 2 rumah saya. Waktu itu jam 23:30. Saya melihat jalanan di depan rumah sudah sepi sekali. Tiba-tiba ide gila saya mulai lagi. Saya dengan nekat, diam-diam keluar rumah sambil bertelanjang tanpa sepengetahuan siapa pun yang ada di rumah karena semua sudah pada tidur. Saya sampai nekat melompat pagar dengan harapan ada cowok atau pria yang melihat dan memperkosa saya. Apapun asal saya bisa menghisap kemaluannya.
Di komplek saya memang sepi sekali pada jam-jam segitu. Saya sedikit menyesal juga, kenapa saya tidak keluar agak lebih sore. Agak dingin juga malam itu atau mungkin juga karena saya tidak memakai selembar pakaian pun. Di ujung jalan, saya melihat masih ada Mas Agus, tukang nasi goreng langganan saya yang masih berjualan. Langsung saya sapa dia.
“Mas Agus, nasi gorengnya dong..” pinta saya.
“Lho, Mbak Lili..? Ngapain malam-malam begini masih di luar? Ngga pake apa-apa lagi..” sahutnya sambil terheran-heran melihat saya yang tanpa sehelai benang pun di tubuh.
“Abis panas sih, Mas. Kok tumben masih jualan..?”
Mas Agus tidak menjawab. Tetapi saya tahu matanya tidak bisa lepas dari payudaraku yang putih polos ini.
“Ngeliatin apa mas..?” kutanya.
“Ah ngga..” katanya gugup.
Lalu Mas Agus menyiapkan penggorengannya untuk memasak nasi goreng pesananku. Saya lihat ke arah celananya, saya tahu batang kemaluannya sudah berubah jadi bertambah besar dan tegang. Karena saya sudah tidak tahan lagi untuk segera menghisap kemaluannya, saya nekat juga. Saya jongkok sambil membuka ritsletingnya dan mengeluarkan batang kejantanannya dari dalam CD-nya. Tidak pakai basa-basi, saya masukkan alat vitalnya Mas Agus ke dalam mulut saya. Saya jilat-jilat sebentar lalu saya hisap dengan bibir. Saya yakin Mas Agus merasakan senang yang tiada tara, seperti mendapatkan rejeki nomplok. Tidak hanya itu, saya juga menjilati dua telor Mas Agus. Memang agak bau sih, tetapi saya benar-benar menikmati kejantanan Mas Agus yang sekarang dia mulai bersuara, “Mmmh.. mmh.. uhh..”
Kira-kira 15 menit saya menikmati kemaluannya Mas Agus, tiba-tiba Mas Agus menyuruh saya untuk berdiri. Dia memelorotkan celana dan CD-nya sendiri sampai bawah dan menyuruh saya berbalik. Sekarang saya membelakangi Mas Agus. Mas Agus jongkok dan menjilati kemaluan saya. Saya langsung merasakan kenikmatan yang hebat sekali. Hanya sebentar dia melakukan itu. Selanjutnya dia berdiri lagi dan memasukkan batang kejantanannya ke liang senggama saya. Kami berdua melakukan senggama sambil berdiri. Saya melakukannya sambil pegangan di gerobak nasi gorengnya. Saya sudah benar-benar merasa keenakan.
“Uuuh.. akkhh.. akkh.. akhh..” saya menjerit-jerit kegilaan, untung tidak ada yang mendengar.
“Mas, kalo udah mau keluar, bilang ya..” pinta saya.
“Udah mau keluar nih..” jawabnya.
Langsung saja saya melepaskan batang kejantanannya dari liang vagina saya dan jongkok di hadapan kemaluannya yang mengacung tegak. Tetapi setelah saya tunggu beberapa detik, ternyata air maninya tidak keluar-keluar. Terpaksa saya kocok dan hisap lagi batang kejantanannya, saya jilati, dan saya gigit-gigit kecil. Setelah itu tibalah saatnya saya menerima upah yang dari tadi saya sudah tunggu-tunggu, yaitu air maninya yang memang lezat.
“Crot.. crot.. crot..” semuanya saya minum seperti orang yang kehausan.
Langsung saja saya telan dan saya bersihkan kejantanannya dari air mani yang tersisa.
Bertepatan dengan itu, 2 laki-laki lewat di depan kami. Ternyata mereka adalah bapak-bapak yang tinggal di komplek ini yang sedang meronda.
“Lho, Mas Agus lagi ngapain..?” kata seorang bapak di situ.
“Ah ngga pak.. mm.. ini Mbak Lily..” jawab Mas Agus malu-malu.
“Ini Om, saya habis ‘gituan’ sama Mas Agus..” saya jawab begitu nekat dengan harapan 2 bapak ini juga mau memperkosa saya seperti yang telah saya lakukan dengan si penjuali nasi goreng.
Mereka keheranan setengah mati mendengar pengakuan saya itu.
“Adik ini tinggal dimana?” tanya salah satu dari mereka.
“Di sana, di blok F.” jawab saya.
“Ayo pulang sudah malam..!”
Dan saya pun diseret pulang. Saya takut setengah mati karena jika sampai saya dibawa pulang, pasti ketahuan sama orang tua dan saya bakal digantung hidup-hidup.
Di tengah jalan, saya beranikan diri berkata pada mereka, “Om, mau nyusu ngga..?”
“Jangan main-main kamu..”
“Ayolah Om.. saya tau kok, Om mau juga kan ngewe sama saya..?”
Mendengar itu, si Om langsung terangsang berat. Saya langsung mengambil kesempatan meraba-raba batang kejantanannya yang tegang.
“Ayo dong Om.. saya pengen banget lho..” saya bilang lagi untuk menegasakan maksud saya.
Bapak yang satunya lagi langsung setuju dan berkata, “Ya udah, kita bawa ke pos ronda aja Pak Karim..” dan Pak Karim pun setuju.
Setibanya di sana, ternyata masih ada 3 orang lagi yang menunggu di sana, termasuk Bang Parli, hansip di komplek saya. Saya kegirangan sekali, bayangkan saya akan mendapatkan 6 batang kejantanan dalam semalam. Gila.. beruntung sekali saya malam itu. Setelah kami berenam ngobrol-ngobrol sebentar tentang kejadian antara saya dan Mas Agus, saya langsung memberanikan diri menawarkan kesempatan emas ini ke mereka, “Saya sebenernya pengen banget ngerasain barangnya bapak-bapak ini..”
Mereka langsung terlihat bernafsu dan terangsang mendengar perkataan saya, dan saya jeas mengetahuinya. Saya suruh mereka berlima melepas celana dan CD mereka sendiri dan duduk di bangku pos hansip itu. Mereka berbaris seperti menunggu dokter saja. Batang kemaluan mereka besar-besar juga. Saya langsung memulai dengan batang kejantanan yang paling kanan, yaitu senjata keperkasaannya Bang Parli. Saya hisap, saya gigit-gigit kecil, saya kocok di dalam mulut saya, dan saya jilati keseluruhan batangnya dan termasuk juga telurnya. Begitu juga pada batang keperkasaan yang kedua, ketiga, keempat, dan yang terakhir miliknya Pak Karim.
Setelah selesai, saya masih belum puas kalau belum meminum air mani mereka. Lalu saya duduki batang kejantananmya Bang Parli sampai masuk ke liang senggama saya. Saya kocok-kocok di dalam vagina saya. Sementara itu, Pak Karim dan satu bapak lainnya menjilati dan menghisap puting susu saya, sedangkan yang dua bapak lainnya menunggu giliran. 10 menit setelah itu, saya sudah setengah tidak sadar, siapa yang menggenjot lubang senggama saya, siapa saja yang menghisap buah dada saya, batang kejantanan siapa saja yang sedang saya sepong, seberapa keras jeritan saya dan berapa kali saya sudah keluar karena orgasme. Ada pula saatnya ketika satu senjata kejantanan masuk ke lubang vagina saya, sedangkan satu senjata lagi masuk ke lubang anus saya sambil saya menghisap 3 batang kemaluan secara bergantian. Pokoknya saya sudah tidak sadar lagi. Karena merasakan kenikmatan yang benar-benar tiada tara.
Untungnya mereka tidak mengeluarkan air maninya di dalam lubang kewanitaan saya, kalau tidak bisa hamil nanti saya.. berabe dong..! Lagipula saya berniat meminum semua air mani mereka. Akhirnya saat yang saya tunggu-tunggu, yaitu saatnya saya berjongkok di depan mereka dan mereka mengelilingi wajah saya sambil mengocok-ngocokkan barang mereka masing-masing. Sesekali saya masih juga menghisap dan menyedot kelima batang kejantanan itu dengan lembut.
Akhirnya, “Crot.. crot.. crot.. crot.. crot..” saya malam itu seperti mandi air mani. Saya merasa puas sekali.
Waktu pulang, saya diantarkan Bang Parli, si hansip. Ketika sudah sampai di depan rumah saya, sekali lagi Bang parli membuka ritsletingnya dan menyodokkan batang kejantanannya ke dalam lubang senggama saya. Saya melakukannya sambil nungging berpegangan ke pagar depan rumah saya. Selama 10 menit saya dan Bang parli melakukan senggama di depan pagar rumah saya. Air maninya sekarang terpaksa dikeluarkan di punggung saya. Saya tidak menyesal karena air maninya kali ini tidak terlalu banyak. Saya melompat pagar lagi, dan masuk ke kamar diam-diam. Sampai di kamar sudah jam 3 lebih. Badan saya seluruhnya malam itu bau sperma. Saya langsung tidur tanpa mandi dahulu karena besoknya saya harus ke sekolah. Saya yakin mereka semua akan tutup mulut sebab takut dengan istri mereka masing-masing.
Nafsu kakak ipar
Saya seorang pria berumur 40 tahun. Istri saya satu tahun lebih muda dari saya. Secara keseluruhan kami keluarga bahagia dengan dua anak yang manis-manis. Yang sulung, perempuan kelas II SMP (Nisa) dan bungsu laki-laki kelas 3 SD. Saya bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi. Sedangkan istri saya seorang wanita karier yang sukses di bidang farmasi. Kini dia menjabat sebagai Distric Manager. Kami saling mencintai. Dia merupakan seorang istri yang setia. Saya sendiri pada dasarnya suami yang setia pula. Paling tidak saya setia terhadap perasaan cinta saya kepada istri saya. Tapi tidak untuk soal seks. Saya seorang peselingkuh. Ini semua karena saya memiliki libido yang amat tinggi sementara istri saya tidak cukup punya minat di bidang seks. Saya menginginkan hubungan paling tidak dua kali dalam seminggu. Tetapi istri saya menganggap sekali dalam seminggu sudah berlebihan. Dia pernah bilang kepada saya, “Lebih enak hubungan sekali dalam sebulan.” Tiap kali hubungan kami mencapai orgasme bersama-sama. Jadi sebenarnya tidak ada masalah dengan saya.
Rendahnya minat istri saya itu dikarenakan dia terlalu terkuras tenaga dan pikirannya untuk urusan kantor. Dia berangkat ke kantor pukul 07.30 dan pulang lepas Maghrib. Sampai di rumah sudah lesu dan sekitar pukul 20.00 dia sudah terlelap, meninggalkan saya kekeringan. Kalau sudah begitu biasanya saya melakukan onani. Tentu tanpa sepengetahuan dia, karena malu kalau ketahuan.
Selama perkawinan kami sudah tak terhitung berapa kali saya berselingkuh. Kalau istri saya tahu, saya tak bisa membayangkan akan seperti apa neraka yang diciptakannya. Bukan apa-apa. Perempuan-perempuan yang saya tiduri adalah mereka yang sangat dekat dengan dia. Saya menyimpan rapat rahasia itu. Sampai kini. Itu karena saya melakukan persetubuhan hanya sekali terhadap seorang perempuan yang sama. Saya tak mau mengulanginya. Saya khawatir, pengulangan bakal melibatkan perasaan. Padahal yang saya inginkan cuma persetubuhan fisik. Bukan hati dan perasaan. Saya berusaha mengindarinya sebisa mungkin, dan memberi kesan kepada si perempuan bahwa semua yang terjadi adalah kekeliruan. Memang ada beberapa perempuan sebagai perkecualian yang nanti akan saya ceritakan.

Perempuan pertama yang saya tiduri semenjak menikah tidak lain adalah kakak istri saya. Oh ya, istri saya merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Semuanya perempuan. Istri saya sebut saja bernama Yeni. Kedua kakak Yeni sudah menikah dan punya anak. Mereka keluarga bahagia semuanya, dan telah memiliki tempat tinggal masing-masing. Hanya saya dan istri yang ikut mertua dua tahun pertama perkawinan kami. Setiap minggu keluarga besar istri saya berkumpul. Mereka keluarga yang hangat dan saling menyayangi.
Mbak Maya, kakak istri saya ini adalah seorang perempuan yang dominan. Dia terlihat sangat menguasai suaminya. Saya sering melihat Mbak Maya menghardik suaminya yang berpenampilan culun. Suami Mbak Maya sering berkeluh-kesah dengan saya tentang sikap istrinya. Tetapi kepada orang lain Mbak Maya sangat ramah, termasuk kepada saya. Dia bahkan sangat baik. Mbak Maya sering datang bersama kedua anaknya berkunjung ke rumah orang tuanya -yang artinya rumah saya juga- tanpa suaminya. Kadang-kadang sebagai basa-basi saya bertanya, “Kenapa Mas Wid tidak diajak?” “Ahh malas saya ngajak dia,” jawabnya. Saya tak pernah bertanya lebih jauh.
Seringkali saat Mbak Maya datang dan menginap, pas istri saya sedang tugas luar kota. Istri saya dua minggu sekali keluar kota saat itu. Dia adalah seorang detailer yang gigih dan ambisius. Jika sudah demikian biasanya ibu mertua saya yang menyiapkan kopi buat saya, atau makan pagi dan makan malam. Tapi jika pas ada Mbak Maya, ya si Mbak inilah yang menggantikan tugas ibu mertua. Tak jarang Mbak Maya menemani saya makan.
Karena seringnya bertemu, maka saya pun mulai dirasuki pikiran kotor. Saya sering membayangkan bisa tidur dengan Mbak Maya. Tapi mustahil. Mbak Maya tidak menunjukkan tipe perempuan yang gampang diajak tidur. Karenanya saya hanya bisa membayangkannya. Apalagi kalau pas hasrat menggejolak sementara istri saya up country. Aduhh, tersiksa sekali rasanya. Dan sore itu, sehabis mandi keramas saya mengeringkan rambut dengan kipas angin di dalam kamar. Saya hanya bercelana dalam ketika Mbak Maya mendadak membuka pintu.
“Kopinya Dik Andy.” Saya terkejut, dan Mbak Maya buru-buru menutup pintu ketika melihat sebelah tangan saya berada di dalam celana dalam, sementara satu tangan lain mengibas-ibas rambut di depan kipas angin. Saya malu awalnya. Tetapi kemudian berpikir, apa yang terjadi seandainya Mbak Maya melihat saya bugil ketika penis saya sedang tegang?
Pikiran itu terus mengusik saya. Peristiwa membuka pintu kamar dengan mendadak bukan hal yang tidak mungkin. Adik-adik dan kakak-kakak istri saya memang terbiasa begitu. Mereka sepertinya tidak menganggap masalah. Seolah kamar kami adalah kamar mereka juga. Adik istri saya yang bungsu (masih kelas II SMU, sebut saja Rosi) bahkan pernah menyerobot masuk begitu saja ketika saya sedang bergumul dengan istri saya. Untung saat itu kami tidak sedang bugil. Tapi dia sendiri yang malu, dan berhari-hari meledek kami.
Sejak peristiwa Mbak Maya membuka pintu itu, saya jadi sering memasang diri, tiduran di dalam kamar dengan hanya bercelana dalam sambil coli (onani). Saya hanya ingin menjaga supaya penis saya tegang, dan berharap saat itu Mbak Maya masuk. Saya rebahan sambil membaca majalah. Sialnya, yang saya incar tidak pernah datang. Sekali waktu malah si Rosi yang masuk buat meminjam lipstik istri saya. Ini memang sudah biasa. Buru-buru saya tutupkan CD saya. Tapi rupanya mata Rosi keburu melihat.
“Woww, indahnya.” Dia tampak cengengesan sambil memolesi bibirnya dengan gincu. “Mau kemana?” tanya saya. “Nggak. Pengin makai lipstik aja.” Saya meneruskan membaca. “Coli ya Mas?” katanya. Gadis ini memang manja, dan sangat terbuka dengan saya. Ketika saya masih berpacaran dengan istri saya, kemanjaannya bahkan luar biasa. Tak jarang kalau saya datang dia menggelendot di punggung saya. Tentu saya tak punya pikiran apa-apa. Dia kan masih kecil waktu itu. Tapi sekarang. Ahh. Tiba-tiba saya memperhatikannya. Dia sudah dewasa. Sudah seksi. Teteknya 34. Pinggang ramping, kulit bersih. Dia yang paling cantik di antara saudara istri saya.
Pikiran saya mulai kotor. Menurut saya, akan lebih mudah sebenarnya menjebak Rosi daripada Mbak Maya. Rosi lebih terbuka, lebih manja. Kalau cuma mencium pipi dan mengecup bibir sedikit, bukan hal yang sulit. Dulu saya sering mengecup pipinya. Tapi sejak dia kelihatan sudah dewasa, saya tak lagi melakukannya. Akhirnya sasaran jebakan saya beralih ke Rosi. Saya mencoba melupakan Mbak Maya.
Sore selepas mandi saya rebahan di tempat tidur, dan kembali memasang jebakan untuk Rosi. Saya berbulat hati untuk memancing dia. Ini hari terakhir istri saya up country. Artinya besok di kamar ini sudah ada istri saya. Saya elus perlahan-lahan penis saya hingga berdiri tegak. Saya tidak membaca majalah. Saya seolah sedang onani. Saya pejamkan mata saya. Beberapa menit kemudian saya dengar pintu kamar berderit lembut. Ada yang membuka. Saya diam saja seolah sedang keasyikan onani. Tidak ada tanggapan. Saya melihat pintu dengan sudut mata yang terpicing. Sialan. Tak ada orang sama sekali. Mungkin si Rosi langsung kabur. Saya hampir saja menghentikan onani saya ketika dari mata yang hampir tertutup saya lihat bayangan. Segera saya mengelus-elus penis saya dengan agak cepat dan badan bergerak-gerak kecil. Saya mencoba mengerling di antara picingan mata. Astaga! Kepala Mbak Maya di ambang pintu. Tapi kemudian bayangan itu lenyap. Lalu muncul lagi, hilang lagi, Kini tahulah saya, Mbak Maya sembunyi-sembunyi melihat saya. Beberapa saat kemudian pintu ditutup, dan tak dibuka kembali sampai saya menghentikan onani saya. Tanpa mani keluar.
Malamnya, di meja makan kami makan bersama-sama. Saya, kedua mertua, Mbak Maya, Rosi dan kakak Rosi, Mayang. Berkali-kali saya merasakan Mbak Maya memperhatikan saya. Saya berdebar-debar membayangkan apa yang ada di pikiran Mbak Maya. Saya sengaja memperlambat makan saya. Dan ternyata Mbak Maya pun demikian. Sehingga sampai semua beranjak dari meja makan, tinggal kami berdua. Selesai makan kami tidak segera berlalu. Piring-piring kotor dan makanan telah dibereskan Mak Jah, pembantu kami.
“Dik Andy kesepian ya? Suka begitu kalau kesepian?” Mbak Maya mebuka suara. Saya kaget. Dia duduk persis di kanan saya. Dia memandangi saya. Matanya seakan jatuh kasihan kepada saya. Sialan. “Maksud Mbak May apaan sih?” saya pura-pura tidak tahu. “Tadi Mbak May lihat Dik Andy ngapain di kamar. Sampai Dik Andy nggak liat. Kalau sedang gitu, kunci pintunya. Kalau Rosi atau Ibu lihat gimana?” “Apaan sih?” saya tetap pura-pura tidak mengerti. “Tadi onani kan?” “Ohh.” Saya berpura-pura malu. Perasaan saya senang bercampur gugup, menunggu reaksi Mbak Maya. Saya menghela nafas panjang. Sengaja. “Yahh, Yeni sudah tiga hari keluar kota. Pikiran saya sedang kotor. Jadi..” “Besok lagi kalau Yeni mau keluar kota, kamu minta jatah dulu.” “Ahh Mbak May ini. Susah Mbak nunggu moodnya si Yeni. Kadang pas saya lagi pengin dia sudah kecapekan.” “Tapi itu kan kewajiban dia melayani kamu?” “Saya tidak ingin dia melakukan dengan terpaksa.” Kami sama-sama diam. Saya terus menunggu. Menunggu. Jantung saya berdegup keras.
“Kamu sering swalayan gitu?” “Yaa sering Mbak. Kalau pengin, terus Yeni nggak mau, ya saya swalayan. Ahh udah aahh. Kok ngomongin gitu?” Saya pura-pura ingin mengalihkan pembicaraan. Tapi Mbak Maya tidak peduli. “Gini lho Dik. Masalahnya, itu tidak sehat untuk perkawinan kalian. Kamu harus berbicara dengan Yeni. Masa sudah punya istri masih swalayan.” Mbak Maya memegang punggung tangan saya. “Maaf Mbak. Nafsu saya besar. Sebaliknya dengan Yeni. Jadi kayaknya saya yang mesti mengikuti kondisi dia.” Kali ini saya bicara jujur. “Saya cukup puas bisa melayani diri sendiri kok.” “Kasihan kamu.”
Mbak Maya menyentuh ujung rambut saya, dan disibakkannya ke belakang. Saya memberanikan diri menangkap tangan itu, dan menciumnya selintas. Mbak Maya seperti kaget, dan buru-buru menariknya. “Kapan kalian terakhir kumpul?” “Dua atau tiga minggu lalu,” jawab saya. Bohong besar. Mbak Maya mendesis kaget. “Ya ampuun.” “Mbak. Tapi Mbak jangan bilang apa-apa ke Yeni. Nanti salah pengertian. Dikira saya mengadu soal begituan.” Mbak Maya kembali menggenggam tangan saya. Erat, dan meremasnya. Isi celana saya mulai bergerak-gerak. Kali ini saya yang menarik tangan saya dari genggaman Mbak Maya. Tapi Mbak Maya menahannya. Saya menarik lagi. Bukan apa-apa. Kali ini saya takut nanti dilihat orang lain. “Saya horny kalau Mbak pegang terus.” Mbak Maya tertawa kecil dan melepaskan tangan saya. Dia beranjak sambil mengucek-ucek rambut saya. “Kaciaann ipar Mbak satu ini.” Mbak Maya berlalu, menuju ruang keluarga. “Liat TV aja yuk,” ajaknya. Saya memaki dalam hati. Kurang ajar betul. Dibilang saya horny malah cengengesan, bukannya bilang, “Saya juga nih, Dik.” Setengah jengkel saya mengikutinya. Di ruang keluarga semua kumpul kecuali Rosi. Hanya sebentar. Saya masuk ke kamar.
Sekitar pukul 23.00 pintu kamar saya berderit. Saya menoleh. Mbak Maya. Dia menempelkan telunjuknya di bibirnya. “Belum bobo?” tanyanya lirih. Jantung saya berdenyut keras. “Belum.” Jawab saya. “Kita ngobrol di luar yuk?” “Di sini saja Mbak.” Saya seperti mendapat inspirasi. “Ihh. Di teras aja. Udah ngantuk belum?” Mbak Maya segera menghilang. Dengan hanya bersarung telanjang dada dan CD saya mengikuti Mbak Maya ke teras. Saya memang terbiasa tidur bertelanjang dada dan bersarung. Rumah telah senyap. TV telah dimatikan. Keluarga ini memang terbiasa tidur sebelum jam 22.00. Hanya aku yang betah melek.
Mbak Maya mengenakan daster tanpa lengan. Ujung atas hanya berupa seutas tali tipis. Daster kuning yang agak ketat. Saya kini memperhatikan betul lekuk tubuh perempuan yang berjalan di depan saya itu. Pantat menonjol. Singset. Kulitnya paling putih di antara semua sadaranya. Umurnya berselisih tiga tahun dengan Yeni. Mbak Maya duduk di bangku teras yang gelap. Bangku ini dulu sering saya gunakan bercumbu dengan Yeni. Wajah Mbak Maya hanya terlihat samar-samar oleh cahaya lampu TL 10 watt milik tetangga sebelah. Itupun terhalang oleh daun-daun angsana yang rimbun.
Dia memberi tempat kepada saya. Kami duduk hampir berhimpitan. Saya memang sengaja. Ketika dia mencoba menggeser sedikit menjauh, perlahan-lahan saya mendekakan diri. “Dik Andy” Mbak Maya membuka percakapan. “Nasib kamu itu sebenernya tak jauh beda dengan Mbak.” Saya mengernyitkan dahi. Menunggu Mbak Maya menjelaskan. Tapi perempuan itu diam saja. tangannya memilin-milin ujung rambut. “Maksud Mbak apa sih?” “Tidak bahagia dalam urusan tempat tidur. Ih. Gimana sih.” Mbak Maya mencubit paha saya. Saya mengaduh. Memang sakit, Tapi saya senang. Perlahan-lahan penis saya bergerak. “Kok bisa?” “Nggak tahu tuh. Mas Wib itu loyo abis.” “Impoten?” Saya agak kaget. “Ya enggak sih. Tapi susah diajakin. Banyak nolaknya. Malas saya. Perempuan kok dibegituin,” “Hihihi.. Tadi kok kasih nasihat ke saya?” Saya tersenyum kecil. Mbak Maya mencoba mendaratkan lagi cubitannya. Tapi saya lebih sigap. Saya tangkap tangan itu, dan saya amankan dalam genggaman. Saya mulai berani. Saya remas tangan Mbak Maya. Penis saya terasa menegang. Badan mulai panas dingin. Mungkinkan malam ini saya dan Mbak Maya..
“Terus cara pelampiasan Mbak gimana? Swalayan juga?” Tanya saya. Saya taruh sebelah tangan di atas pahanya. Mbak Maya mencoba menghindar, tapi tak jadi. “Enggak dong. Malu. Risih. Ya ditahan aja.” “Kapan terakhir Mbak Maya tidur sama Mas Wib?” Saya mencium punggung tangan Mbak Maya. Lalu tangan itu saya taruh perlahan-lahan di antara pahaku, sedikit menyentuh penis. “Dua minggu lalu.” “Heh?” Saya menatap matanya. Bener enggak sih. Kok jawabannya sama dengan saya? Ngeledek apa gimana nih. “Bener.” Matanya mengerling ke bawah, melihat sesuatu di dekat tangannya yang kugenggam. “Mbak..” Saya menyusun kekuatan untuk berbicara. Tenggorokan terasa kering. Nafsu saya mulai naik. Perempuan ini bener-bener seperti merpati. Jangan-jangan hanya jinak ketika didekati. Saat dipegang dia kabur.
“Hm,” Mbak Maya menatap mata saya. “Mbak pengin?” Dia tak menjawab. Wajahnya tertunduk. Saya raih pundaknya. Saya elus rambutnya. Saya sentuh pipinya. Dia diam saja. Sejurus kemudian mulut kami berpagutan. Lama. Ciuman yang bergairah. Saya remas bagian dadanya. Lalu tali sebelah dasternya saya tarik dan terlepas. Mbak Maya merintih ketika jari saya menyentuh belahan dadanya. Secara spontan tangan kirinya yang sejak tadi di pangkuan saya menggapai apa saja. Dan yang tertangkap adalah penis. Dia meremasnya. Saya menggesek-gesekkan jari saya di dadanya. Kami kembali berciuman. “Di kamar aja yuk Mbak?” ajak saya. Lalu kami beranjak. Setengah berjingkat-jingkat menuju kamar Mbak Maya. Kamar ini terletak bersebarangan dengan kamar saya. Di sebelah kamar Mbak Maya adalah kamar mertua saya.
Malam itu tumpahlah segalanya. Kami bermain dengan hebatnya. Berkali-kali. Ini adalah perselingkuhan saya yang pertama sejak saya kawin. Belakangan saya tahu, itu juga perselingkuhan pertama Mbak Maya. Sebelum itu tak terbetik pikiran untuk selingkuh, apalagi tidur dengan laki-laki lain selain Mas Wib.
Bermacam gaya kami lakukan. Termasuk oral, dan sebuah sedotan kuat menjelang saya orgasme. Semprotan mani menerjang tenggorokan Mbak Maya. Itulah pertama kali mani saya diminum perempuan. Yeni pun tidak pernah. Tidak mau. Jijik katanya. Menjelang pagi, saat tulang kami seperti dilolosi, saya kembali ke kamar. Tidur.
Saya tidak berani mengulanginya lagi. Perasaan menyesal tumpah-ruah ketika saya bertemu istri saya. Mungkin itu juga yang dirasakan Mbak Maya. Selepas itu dia mencoba menghindari pembicaraan yang menjurus ke tempat tidur. Kami bersikap biasa-biasa, seolah tidak pernah terjadi apa pun.
Ketika tidur di samping istri saya, saya berjanji dalam hati Tidak akan selingkuh lagi. Ternyata janji tinggal janji. Nafsu besar lebih mengusik saya. Terutama saat istri saya ke luar kota dan keinginan bersetubuh mendesak-desak dalam diri saya. Rasanya ingin mengulanginya dengan Mbak Maya. Tapi tampaknya mustahil. Mbak Maya benar-benar tidak memberi kesempatan kepada saya. Dia tidak lagi mau masuk kamar saya. Jika ada perlu di menyuruh Rosi, atau berteriak di luar kamar, memanggil saya. Bahkan mulai jarang menginap.
Akhirnya saya kembali ke sasaran awal saya. Rosi. Mungkinkah saya menyetubuhi adik istri saya? Uhh. Mustahil. Kalau hamil? Beda dengan Mbak Maya. Kepada dia saya tidak ragu untuk mengeluarkan benih saya ke dalam rahimnya. Kalaupun hamil, tak masalah kan. Paling-paling kalau anaknya lahir dan mirip dengan saya yaa banyak cara untuk menepis tuduhan. Lagian masak sih pada curiga? Kehidupan terus berjalan. Usia kandungan istri saya menginjak bulan ke-4. Tahu sendirilah bagaimana kondisi perempuan kalau sedang hamil muda. Bawaannya malas melulu. Tapi untuk urusan pekerjaan dia sangat bersemangat. Dia memang pekerja yang ambisius. Berdedikasi, disiplin, dan penuh tanggung jawab. Karena itu jadwal keluar kota tetap dijalani. Kualitas hubungan seks kami makin buruk. Dia seakan benar-benar tak ingin disentuh kecuali pada saat benar-benar sedang relaks. Saya juga tak ingin memaksa. Karenanya saya makin sering beronani diam-diam di kamar mandi. Kadang-kadang saya kasihan terhadap diri sendiri. Kata-kata Mbak Maya sering terngiang-ngiang, terutama sesaat setelah sperma memancar dari penis saya. “Kacian adik iparku ini..” Tapi saya tak punya pilihan lain. Saya tak suka “jajan”. Maaf, saya agak jijik dengan perempuan lacur.
Tiap kali beronani, yang saya bayangkan adalah wajah Mbak Maya atau si bungsu Rosi, bergantian. Rosi telah tumbuh menjadi gadis yang benar-benar matang. Montok, lincah. Cantik penuh gairah, dan terkesan genit. Meskipun masih bersikap manja terhadap saya, tetapi sudah tidak pernah lagi bergayutan di tubuh saya seperti semasa saya ngapelin kakaknya. Saya sering mencuri pandang ke arah payudaranya. Ukurannya sangat saya idealkan. Sekitar 34. Punya istri saya sendiri hanya 32.
Seringkali, di balik baju seragam SMU-nya saya lihat gerakan indah payudara itu. Keinginan untuk melihat payudara itu begitu kuatnya. Tapi bagaimana? Mengintip? Di mana? Kamar mandi kami sangat rapat. Letak kamar saya dengannya berjauhan. Dia menempati kamar di sebelah gudang. Yang paling ujung kamar Mak Jah, pembantu kami. Setelah kamar Mayang, kakak Rosi, baru kamar saya. Kamar kami seluruhnya terbuat dari tembok. Sehingga tak mugkin buat ngintip. Tapi tunggu! Saya teringat gudang. Ya, kalau tidak salah antara gudang dengan kamar Rosi terdapat sebuah jendela. Dulunya gudang ini memang berupa tanah kosong semacam taman. Karena mertua butuh gudang tambahan, maka dibangunlah gudang. Jendela kamar Rosi yang menghadap ke gudang tidak dihilangkan. Saya pernah mengamati, dari jendela itu bisa mengintip isi kamar Rosi.
Sejak itulah niat saya kesampaian. Saya sangat sering diam-diam ke gudang begitu Rosi selesai mandi. Memang ada celah kecil tapi tak cukup untuk mengintip. Karenanya diam-diam lubang itu saya perbesar dengan obeng. Saya benar-benar takjub melihat sepasang payudara montok dan indah milik Rosi. Meski sangat jarang, saya juga pernah melihat kemaluan Rosi yang ditumbuhi bulu-bulu lembut.
Tiap kali mengintip, selalu saya melakukan onani sehingga di dekat lubang intipan itu terlihat bercak-bercak sperma saya. Tentu hanya saya yang tahu kenapa dan apa bercak itu. Keinginan untuk menikmati tubuh Rosi makin menggelayuti benak saya. Tetapi selalu tak saya temukan jalan. Sampai akhirnya malam itu. Mertua saya meminta saya mendampingi Rosi untuk menghadiri Ultah temannya di sebuah diskotik. Ibu khawatir terjadi apa-apa. Dengan perasaan luar biasa gembira saya antar Rosi. Istri saya menyuruh saya membawa mobil. Tapi saya menolak. “Kamu kan harus detailing. Pakai saja. Masa orang hamil mau naik motor?” Padahal yang sebenarnya, saya ingin merapat-rapatkan tubuh dengan Rosi.
Kami berangkat sekitar pukul 19.00. Dia membonceng. Kedua tangannya memeluk pinggang saya. Saya rasakan benda kenyal di punggung saya. Jantung saya berdesir-desir. Sesekali dengan nakal saya injak pedal rem dengan mendadak. Akibatnya terjadi sentakan di punggung. Saya pura-pura tertawa ketika Rosi dengan manja memukuli punggung saya. “Mas Andy genit,” katanya. Pada suatu ketika, mungkin karena kesal, Rosi bahkan tanpa saya duga sengaja menempelkan dadanya ke puggung saya. Menekannya. “Kalau mau gini, bilang aja terus terang,” katanya. “Iya iya mau,” sahut saya. Tidak ada tanggapan. Rosi bahkan menggeser duduknya, merenggang. Sialan.
Malam itu Rosi mengenakan rok span ketat dan atasan tank top, dibalut jaket kulit. Benar-benar seksi ipar saya ini. Di diskotik telah menunggu teman-teman Rosi. Ada sekitar 15-an orang. Saya membiarkan Rosi berabung dengan teman-temannya. Saya memilih duduk di sudut. Malu dong kalau nimbrung. Sudah tua, ihh. Saya hanya mengawasi dari kejauhan, menikmati tubuh-tubuh indah para ABG. Tapi pandangan saya selalu berakhir ke tubuh Rosi. She is the most beautiful girl. Di antara saudara istri saya Rosi memang yang paling cantik. Tercantik kedua ya Mbak Maya, baru Yeni, istri saya. Mayang yang terjelek. Tubuhnya kurus kering sehingga tidak menimbulkan nafsu.
Sesekali Rosi menengok ke arah tempat duduk saya sambil melambai. Saya tersenyum mengangguk. Mereka turun ke arena. Sekitar tiga lagu Rosi menghampiri saya. “Mas Andy udah pesan minum?” tanyanya. Dagu saya menunjuk gelas berisi lemon tea di depan saya. Saya tak berani minum minuman beralkohol, meski hanya bir. Saya pun bukan pecandu. “Kamu kok ke sini, udah sana gabung temen-temen kamu,” kata saya. Janjinya Rosi dkk pulang pukul 22.00. Tadi ibu mertua juga bilang supaya pulangnya jangan larut. “Nggak enak liat Mas Andy mencangkung sendirian,” kata Rosi duduk di sebelah saya. “Sudah nggak pa-pa.” “Bener?” Saya mengangguk, dan Rosi kembali ke grupnya. Habis satu lagu, dia mendatangi saya. Menarik tangan saya. Saya memberontak. “Ayo. Nggak apa-apa, sekalian saya kenalin ama temen-temen. Mereka juga yang minta kok.” Saya menyerah. Saya ikut saja bergoyang-goyang. Asal goyang. Dunia diskotik sudah sangat lama tidak saya kunjungi. Dulupun saya jarang sekali. Hampir tidak pernah. Saya ke diskotik sekedar supaya tahu saja kayak apa suasananya. Sesekali tangan Rosi memegang tangan saya dan mengayun-ayunkannya. Musik bener-benr hingar-bingar. Lampu berkelap-kelip, dan kaki-kaki menghentak di lantai disko. Sesekali Rosi menuju meja untuk minum.
Menjelang pukul 22.00 sebagian teman Rosi pulang. Saya segera mengajak Rosi pulang juga. “Bentar dong Mas Andy, please,” kata Rosi. Astaga. Tercium aroma alkohol dari mulutnya. “Heh. Kamu minum apa? Gila kamu. Sudah ayo pulang.” Segera saya gelandang dia. “Yee Mas Andy gitu deh.” Dia merajuk tapi saya tak peduli. Ruangan ini mulai menjemukan saya. “Udah dulu ya bro, sis. Satpam ngajakin pulang neh.” “Satpam-mu itu.” Saya menjitak lembut kepala Rosi. Rosi memang minum alkohol. Tak tahu apa yang diminumnya tadi. Dia pun terlihat sempoyongan. Saya jadi cemas. Takut nanti kena marah mertua. Disuruh jagain kok tidak bisa. Tapi ada senangnya juga sih. Rosi jadi lebih sering memeluk lengan saya supaya tidak sempoyongn.
Kami menuju tempat parkir untuk mengambil motor. Saya bantu Rosi mengenakan jaket yang kami tinggal di motor. Saya bantu dia mengancing resluitingnya. Berdesir darah saya ketika sedikit tersentuk bukit di dadanya. “Hayoo, nakal lagi,” katanya. “Hus. Nggak sengaja juga.” “Sengaja nggak pa-pa kok Mas.” Omongan Rosi makin ngaco. Dia tarik ke bawah resluitingnya. Dan sebelum saya berkomentar dia sudah berkata, “Masih gerah. Ntar kalau dingin Rosi kancingin deh.” Segera mesin kunyalakan, dan motor melaju meninggalkan diskotik SO.
Sungguh menyenangkan. Rosi yang setengah mabuk ini seakan merebahkan badannya di punggung saya. Kedua tangannya memeluk erat perut saya. Jangan tanya bagaimana birahi saya. Penis saya menegang sejak tadi. Dagu Rosu disadarkan ke pundak saya. Lembut nafasnya sesekali menyapu telinga saya. Saya perlambat laju motor. Benar-benar saya ingin menikmati. Lalu saya seperti merasa Rosi mencium pipi saya. Saya ingin memastikan dengan menoleh. Ternyata memang dia baru saja mencium pipi saya. Bahkan selanjutnya dia mengecup pipi saya. Saya kira dia benar-benar mabuk.
“Mas Andy, Rosi pengin pacaran dulu,” katanya mengejutkan saya. “Pacaran sama Mas Andy? Gila kamu ya.” Penis saya makin kencang. “Mau enggak?” “Kamu mabuk ya?” Dia tak menjawab. Hanya pelukannya tambah erat. “Mas..” “Hmm” “Mas masih suka coli?” “Hus. Napa sih?” “Pengen tahu aja. Mbak Yeni nggak mau melayani ya?” “Tahu apa kamu ini.” Saya sedikit berteriak. Saya kaget sendiri. Entah kenapa saya tidak suka dia omong begitu, Mungkin reflek saja karena saya dipermalukan. “Sorry. Gitu aja marah.” Rosi kembali mencium pipi saya. Bahkan dia tempelkan terus bibirnya di pipi saya, sedikit di bawah telinga. “Saya horny Ros.” “Kapan? Sekarang? Ahh masak. Belum juga diapa-apain”
Saya raih tangannya dan saya taruh di penis saya yang menyodok celana saya. Terperanjat dia. Tapi diam saja. Tangannya merasakan sesuatu bergerak-gerak di balik celana saya. “Pacaran ama Rosi mau nggak?” kata Rosi. Aroma alkohol benar-benar menyengat. “Di mana? Lagian udah malam. Nanti Ibu marah kalau kita pulang kemalaman.” “Kalau ama Mas Andy dijamin Ibu gak marah.” “Sok tahu.” “Bener. Ayuk deh. Ke taman aja. Tuh deket SMA I ajak. Asyik lagi. Bentar aja.” Tanpa menunggu perintah, motor saya arahkan ke Taman KB di seberang SMU I. Taman ini memang arena asyik bagi mereka yang seang berpacaran. Meski di sekitarnya lalu lintas ramai, tapi karena gelap, yaa tetap enak buat berpacaran. Kami mencari bangku kosong di taman. Sudah agak sepi jadi agak mudah mencarinya. Biasanya cukup ramai sehingga banyak yang berpacaran di rumputan. Begitu duduk. Langsung saja Rosi merebahkan kepalanya di dada saya. Saya tak mengira anak ini akan begini agresif. Atau karena pengaruh alkohol makin kuat? Entahlah. Kami melepas jaket dan menaruhnya di dekat bangku.
“Kamu kan belum punya pacar, kok sudah segini berani Ros?” tanya saya. “Enak aja belum punya pacar.” Dia protes. “Habis siapa pacar kamu?” Saya genggam tangannya. Dia mengelus-elus dada saya. “Yaa ini.” Dia membuka kancing kemeja saya. Saya makin yakin dia diracuni alkohol. Tapi apa peduli saya. Inilah saatnya. Saya kecup keningnya. Matanya. Hidung, pipi, lalu bibirnya. Dia tersentak, dan memberikan pipinya. Saya kembali mencari bibirnya. Saya kecup lagi perlahan. Dia diam. Saya kulum. Dia diam saja. Benarkah anak ini belum pernah berciuman bibir dengan cowok? “Kamu belum pernah melakukan ya?” kata saya. Dia tak menjawab. Saya cium lagi bibirnya. Saya julurkan lidah saya. Tangannya meremas pinggang saya. Saya hisap lidahnya, saya kulum. Tangan saya kini menjalar mencari payudara. Dia menggelinjang tetapi membiarkan tangan saya menyusiup di antara celah BH-nya. Ketika saya menemukan bukit kenyal dan meremasnya, dia mengerang panjang. Kedua kakinya terjatuh dari bangku dan menendang-nendang rumputan. Saya buka kancing BH-nya yang terletak di bagian depan. Saya usap-usap lembut, ke kiri, lalu ke kanan. Saya remas, saya kili-kili. Dia mengaduh. Tangannya terus meremasi pinggang dan paha saya.
“Mas Andy..” “Hmm” “Please.. Please.” Saya mengangsurkan muka saya menciumi bukit-bukit itu. Dia makin tak terkendali. Lalu, srrt srrt..srrt. Sesuatu keluar dari penis saya. Busyet. Masa saya ejakulasi? Tapi benar, mani saya telah keluar. Anehnya saya masih bernafsu. Tidak seperti ketika bersetubuh dengan Yeni. Begitu mani keluar, tubuh saya lemas, dan nafsu hilang. Saya juga masih merasakan penis saya sanggup menerima rangsangan. Saya masih menciumi payudara itu, menghisap puting, dan tangan saya mengelus paha, menyelinap di antara celap CD. Membelai bulu-bulu lembut. Menyibak, dan merasakan daging basah. Mulut Rosi terus mengaduh-aduh. Saya rasakan kemaluan saya digeggamnya. Diremas dengan kasar, sehingga terasa sakit. Saya perlu menggeser tempat duduk karena sakitnya. Agaknya dia tahu, dan melonggarkan cengkeramannya.
Lalu dia membuka resluiting celana saya, merogoh isinya. Meremas kuat-kuat. Tapi dia berhenti sebentar. “Kok basah Mas?” tanyanya. Saya diam saja. “Ehh,ini yang disebut mani ya?” Sejenak situasi kacau. Ini anak malah ngajak diskusi sih. Dia cium penis saya tapi tidak sampai menempel. Kayaknya dia mencoba membaui. “Kok gini baunya ya? Emang kayak gini ya? “Heeh,” jawab saya lalu kembali memainkan kelaminnya. “Asin juga ya?” Dia mengocok penis saya dengan tangannya. “Pelan-pelan Ros. Enakan kamu ciumin deh,” kata saya.
Tanpa perintah lanjutan Rosi mencium dan mengulum penis saya. Uhh, kasarnya minta ampun, Tidak ada enaknya. Jauhh dengan yang dilakukan Mbak Maya. Berkali-kai saya meminta dia untuk lebih pelan. Bahkan sesekali dia menggigit penis saya sampai saya tersentak. Akhirnya saya kembali ejakulasi. Bukan oleh mulutnya tapi karena kocokan tangannya. Setelah itu sunyi. Saya lemas. Saya benahi pakaian saya. Dia juga membenahi pakaiannya. Tampaknya dia telah terbebas dari pengaruh alkohol. Wajahnya yang belepotan mani dibersihkan dengan tissu. “Makasih pelajarannya ya Mas.” Dia mengecup pipi saya. “Tapi kamu janji jaga rahasia kan?” Saya ingin memastikan. “Iyaah. Emang mau cerita ama siapa? Bunuh diri?” “Siapa tahu. Pokoknya just for us! Nobody else may knows.” Dia mengangguk. Kami bersiap-siap pulang. Sepanjang perjalanan dia memeluk erat tubuh saya. Menggelendot manja. Dan pikiran waras saya mulai bekerja. Saya mulai dihinggapi kecemasan.
“Ros..” “Yaa” “Kamu nggak jatuh cinta ama Mas Andy kan? Everyting just for sex kan?” “Tahu deh.” “Please Ros. Kita nggak boleh keterusan. Anggap saja tadi kita sedang mabuk.” Saya menghentikan motor. “Iya deh.” “Bener ya? Ingat, Mas Andy ini suami Mbak Yeni.” Dia mengangguk mengerti. “Makasih Ros.” Saya kembali menjalankan motor. “Apa yang terjadi malam ini, tidak usahlah terulang lagi,” kata saya. Saya benar-benar takut sekarang. Saya sadari, Rosi masih kanak-kanak. Masih labil. Dia amat manja. Bisa saja dia lepas kendali dan tak mengerti apa arti hubungan seks sesaat. Lalu saya dengar dia sesenggukan. Menangis. Untunglah dia menepati janji. Segalanya berjalan seperti yang saya harapkan. Saya tak berani lagi mengulangi, meskipun kesempatan selalu terbuka dan dibuka oleh Rosi. Saya benar-benar takut akibatnya. Saya tidak mau menhancurkan keluarga besar istri saya. Tak mau menghancurkan rumah tangga saya.
Saya hanya menikmati Rosi di dalam bayangan. Ketika sedang onani atau ketika sedang bersetubuh dengan Yeni. Sesekali saja saya membayangkan Mbak Maya.
Nikmatnya memek istri bawahanku
Hari itu salah seorang direktur perusahaan, Pak Freddy, sedang mengadakan resepsi pernikahan anaknya di sebuah hotel bintang lima di kawasan Senayan. Tentu saja akupun diundang, dan malam itu akupun meluncur menuju tempat resepsi diadakan.
Aku pergi bersama dengan Jason, temanku waktu kuliah di Amerika dahulu. Sesampainya di hotel tampak para undangan sebagian besar membawa pasangannya masing-masing. Iri juga melihat mereka ditemani oleh istri dan anak mereka, sedangkan aku, karena masih bujangan, ditemani oleh si bule ini.
“Selamat malam Pak..” sapa seseorang agak mengagetkanku. Aku menoleh, ternyata Lia sekretarisku yang menyapaku. Dia datang bersama tunangannya. Tampak sexy dan cantik sekali dia malam itu, disamping juga anggun. Berbeda sekali jika dibandingkan saat aku sedang menikmati tubuhnya,.. Liar dan nakal. Dengan gaun malam yang berdada rendah, belahan buah dadanya yang besar tampak menggoda.
“Malam Lia” balasku. Mata Jason tak henti-hentinya menatap Lia, dengan pandangan kagum. Lia hanya tersenyum manis saja dilihat dengan penuh nafsu seperti itu. Tampak dia menjaga tingkah lakunya, karena tunangannya berada di sampingnya.
Kamipun lalu berbincang-bincang sekedarnya. Lalu akupun permisi hendak menyapa para undangan lain yang datang, terutama para klienku.
“Malam Pak Robert..” seorang wanita cantik tiba-tiba menyapaku. Dia adalah Santi, istri dari Pak Arief, manajer keuangan di kantorku. Mereka baru menikah sekitar tiga bulan yang lalu.
“Oh Santi.. Malam” kataku
“Pak Arief dimana?”
“Sedang ke restroom.. Sendirian aja Pak?” tanyanya.
“Sama teman” jawabku sambil memandangi dia yang malam itu tampak cantik dengan gaun malamnya dengan anggun. Belahan gaunnya yang tinggi memamerkan pahanya yang putih menggiurkan. Dadanya walaupun tak sebesar Lia, tampak membusung menantang.
“Makanya, cari istri dong Pak.. Biar ada yang nemenin” katanya sambil tersenyum manis.
“Belum ada yang mau nih”
“Ahh.. Bapak bisa saja.. Pasti banyak banget cewek yang mau sama bapak.. Kalau belum married saya juga mau lho..” jawabnya menggoda.
Memang Santi ini rasanya punya perasaan tertentu padaku. Tampak dari cara bicaranya dan cara dia memandangku.
“Oh.. Kalau saya sih mau lho sama kamu biarpun kamu sudah married” kataku sambil menatap wajahnya yang cantik.
“Ah.. Pak Robert.. Bisa aja..” jawabnya sambil tersipu malu.
“Bener lho mau aku buktiin?” godaku
“Janganlah Pak.. Nanti kalau ketahuan suamiku bisa gawat” jawabnya perlahan sambil tersenyum.
“Kalau nggak ketahuan gimana.. Nggak apa khan?” rayuku lagi.
Santi tampak tersipu malu. Wah.. Aku mendapat angin nih.. Memang aku sejak berkenalan dengan Santi beberapa bulan yang lalu sudah membayangkan nikmatnya menyetubuhi wanita ini. Dengan kulit putih, khas orang Bandung, rambut sedikit ikal sebahu, bibir tipis, dan masih muda lagi. Dia baru berumur 24 tahunan.”Gimana nih setelah kawin.. Enak nggak? Pasti masih hot y.
“Godaku lagi.
“Biasa aja kok Pak.. Kadang enak.. Kadang nggak.. Tergantung moodnya” jawabnya lirih.
Dari jawabannya aku punya dugaan bahwa Pak Arief ini tidak begitu memuaskannya di atas tempat tidur. Mungkin karena usia Pak Arief yang sudah berumur dibandingkan dengan dirinya yang masih penuh gejolak hasrat seksual wanita muda. Pasti jarang sekali dia mengalami orgasme. Uh.. Kasihan sekali pikirku.
Tak lama Pak Ariefpun datang dari kejauhan.
“Wah.. Pak Arief.. Punya istri cantik begini kok ditinggal sendiri” kataku menggoda.
Santi tampak senang aku puji seperti itu. Tampak dari tatapan matanya yang haus akan kehangatan laki-laki tulen seperti aku ini.
“Iya Pak.. Habis dari belakang nih” jawabnya. Tatapan matanya tampak curiga melihat aku sedang mengobrol dengan istrinya yang jelita itu. Mungkin dia sudah dengar kabar akan ke-playboyanku di kantor.
“Ok saya tinggal dulu ya Pak Arief.. Santi” kataku lagi sambil ngeloyor pergi menuju tempat hidangan.Aq punmenyantapnya nikmat. Maklum perutku sudah keroncongan, terlalu banyak basa-basi dengan para tamu undangan tadi. Kulihat si Jason masih ngobrol dengan Lia dan tunangannya.
Ketika aku mencari Santi dengan pandanganku, dia juga sedang mencuri pandang padaku sambil tersenyum. Pak Arief tampak sedang mengobrol dengan tamu yang lain. Memang payah juga bapak yang satu ini, tidak bisa membahagiakan istrinya.
Santi kemudian berjalan mengambil hidangan, dan akupun pura-pura menambah hidanganku.
“San.. Kita terusin ngobrolnya di luar yuk” ajakku berbisik padanya
“Nanti saya dicari suami saya gimana Pak..”
“Bilang aja kamu sakit perut.. Perlu ke toilet. Aku tunggu di luar”Kataku sambil menahan nafsu melihat lehernya yang putih jenjang, dan lengannya yang berbulu halus
Tak lama Santipun keluar ruangan resepsi menyusulku. Kamipun pergi ke lantai di atas, dan menuju toilet. Aku berencana untuk bermesraan dengan dia di sana. Kebetulan aku tahu suasananya pasti sepi. Sebelum sampai di toilet, ada sebuah ruangan kOsong,, sebuah meeting room, yang terbuka. Wah kebetulan nih, pikirku. Kutarik Santi ke dalam dan kututup pintunya.
Tanpa basa-basi lagi, aku cium bibirnya yang indah itu. Santipun membalas bergairah. Tangankupun bergerak merambahi buah dadanya, sedangkan tanganku yang satu mencari kaitan retsleting di belakang tubuhnya. Kulepas gaunnya sebagian sehingga tampak buah dadanya yang ranum hanya tertutup BH mungil berwarna krem. Kuciumi leher Santi yang jenjang itu, dan kusibakkan cup BHnya kebawah sehingga buah dadanya mencuat keluar. Langsung kujilati dengan rakus buah dada itu, aku hisap dan aku permainkan putingnya yang sudah mengeras dengan lidahku.
“Oh.. Pak Robertt..” desah Santi sambil menggeliat.
“Enak San..”
“Enak Pak.. Terus Pak..” desahnya lirih.
Tangankupun meraba pahanya yang mulus, dan sampai pada celana dalamnya. Tampak Santi sudah begitu bergairah sehingga celananya sudah lembab oleh cairan kewanitaannya.
Santipun kemudian tak sabar dan membuka kancing kemeja batikku. Dicium dan dijilatinya putingku.. Lalu terus ke bawah ke perutku. Kemudian dia berlutut dan dibukanya retsleting celanaku, dan tangannya yang lentik berbulu halus itu merogoh ke dalam mengeluarkan kemaluanku dari celana dalamnya. Memang kami sengaja tidak mau telanjang bulat karena kondisi yang tidak memungkinkan.
“Ohh.. Besar sekali Pak Robert.. Santi suka..” katanya sambil mengagumi kemaluanku dari dekat.
“Memang punya suamimu seberapa?” tanyaku tersenyum menggoda.
“Mungkin cuma separuhnya Pak Robert.. Oh.. Santi suka..” katanya tak melanjutkan lagi jawabannya karena mulutnya yang mungil itu sudah mengulum kemaluanku.
“Enak Pak?” tanyanya sambil melirik nakal kepadaku. Tangannya sibuk meremas-remas buah zakarku sementara lidahnya menjilati batang kemaluanku.
“Enak sayang.. Ayo isap lagi” jawabku menahan rasa nikmat yang menjalar hebat. sementara kedua tangannya meremas-remas pantatku. Sangat sexy sekali melihat pemandangan itu. Seorang wanita cantik yang sudah bersuami, bertubuh padat, sedang berlutut didepanku dengan pipi yang menggelembung menghisap kemaluanku. Terlebih ketika kemaluanku keluar dari mulutnya, tanpa menggunakan tangannya dan hanya menggerakkan kepalanya mengikuti gerak kemaluanku, Santi mengulumnya kembali.
“Hm.. tongkol bapak enak banget.. Santi suka tongkol yang besar begini” desahnya.
Tiba-tiba terdengar bunyi handphone. Santipun menghentikan isapannya.
“Iya Mas.. Ada apa?” jawabnya.
“Lho Mas udah pikun ya.. Khan Santi tadi usah bilang.. Santi mau ke toilet.. Sakit perut.. Gimana sih” Santi berbicara kepada suaminya yang tak sabar menunggu. Sementara tangan Santi yang satu tetap meraba dan mengocok kemaluan atasan suaminya ini.
“Iya Mas.. Mungkin salah makan nih.. Sebentar lagi Mas.. Sabar ya..”
Kemudian tampak suaminya berbicara agak panjang di telpon, sehingga waktu tersebut digunakan Santi untuk kembali mengulum kemaluanku sementara tangannya masih memegang handphonenya.
“Iya Mas.. Santi juga cinta sama Mas..” katanya sambil menutup telponnya.
“Suamiku sudah nunggu. Tapi biarin aja deh dia nunggu agak lama, soalnya Santi pengin puas dulu”. Sambil tersenyum nakal Santi kembali menjilati kemaluanku.
Aku sudah ingin menikmati kehangatan tubuh wanita istri bawahanku ini. Kutarik tangannya agar berdiri, dan akupun tiduran di atas meja meeting di ruangan itu.
Tanpa perlu dikomando lagi Santi menaiki tubuhku dan menyibak gaun dan celana dalamnya sehingga vaginanya tepat berada di atas kemaluanku yang sudah menjulang menahan gairah.
Santi kemudian menurunkan tubuhnya sehingga kemaluankupun menerobos liang vaginanya yang masih sempit itu.
“Oh.. My god..” jeritnya tertahan.
Kupegang pinggangnya dan kemudian aku naik-turunkan sehingga kemaluanku maju mundur menjelajahi liang nikmat istri cantik Pak Arief ini. Kemudian tanganku bergerak meremas buah dadanya yang bergoyang saat Santi bergerak naik turun di atas tubuhku. Sesekali kutarik badannya sehingga buah dadanya bergerak ke depan wajahku untuk kemudian aku hisap dengan gemas.
“Ohh Pak Robertt.. Bapak memang jantan..” desahnya
“Ayo Pak.. Puaskan Santi Pak..” Santi berkata sambil menggoyang-goyangkan badannya maju mundur di atas kemaluanku.Setelah itu dia kembali menggerakkan badannya naik turun mengejar kepuasan bercinta yang tak didapatkan dari suaminya.
Setelah beberapa menit aku turunkan tubuhnya dan aku suruh dia menungging sambil berpegangan pada tepian meja. Aku sibakkan gaunnya, dan tampak pantatnya yang putih menggairahkan hanya tertutup oleh celana dalam yang sudah tersibak kesamping. Kuarahkan kemaluanku ke vaginanya, dan langsung kugenjot dia, sambil tanganku meremas-remas rambutnya yang ikal itu.
“Kamu suka San?” kataku sambil menarik rambutnya ke belakang.
“Suka Pak.. Robert.. Suka..””Suamimu memang nggak bisa ya”
“Dia lemah Pak.. Oh.. God.. Enak Pak.. Ohh”
“Ayo bilang.. Kamu lebih suka ngent*tin suamimu atau aku” tanyaku sambil mencium wajahnya yang mendongak ke belakang karena rambutnya aku tarik.
“Santi lebih suka dient*tin Pak Robert.. Pak Robert jantan.. Suamiku lemah.. Ohh.. God..” jawabnya.
“Kamu suka tongkol besar ya?” tanyaku lagi
“Iya Pak.. Oh.. Terus Pak.. Punya suamiku kecil Pak.. Oh yeah.. Pak Robert besar.. Ohh yeah oh.. God. Suamiku jelek.. Pak Robert ganteng. Oh god. Enakhh..” Santi mulai meracau kenikmatan.
“Oh.. Pak.. Santi hampir sampai Pak.. Ayo Pak puaskan Santi Pak..” jeritnya.
“Tentu sayang.. Aku bukan suamimu yang lemah itu..” jawabku sambil terus mengenjot dia dari belakang. Tangankupun sibuk meremas-remas buah dadanya yang bergoyang menggemaskan.
“Ahh.. Santi sampai Pak..” Santi melenguh ketika gelombang orgasme menerpanya.
Akupun hampir sampai. Kemaluanku sudah berdenyut- denyut ingin mengeluarkan laharnya. Kutarik tubuh Santi hingga dia kembali berlutut di depanku. Kukocok-kocok kemaluanku dan tak lama tersemburlah spermaku ke wajahnya yang cantik. Kuoles- oleskan sisa-sisa cairan dari kemaluanku ke seluruh wajahnya. Kemudian Santipun mengulum dan menjilati kemaluanku hingga bersih.
“Terimakasih Pak Robert.. Santi puas sekali” katanya saat dia membersihkan wajahnya dengan tisu.
“Sama-sama Santi. Saya hanya berniat membantu kok” jawabku sambil bergegas membetulkan pakaianku kembali.
“Ngomong-ngomong, kamu pintar sekali blowjob ya? Sering latihan?” tanyaku.
“Santi sering lihat di VCD aja Pak. Kalau sama suami sih jarang Santi mau begitu. Habis nggak nafsu sih lihatnya”
Wah.. Kasihan juga Pak Arief, pikirku geli. Malah aku yang dapat menikmati enaknya dioral oleh istrinya yang cantik jelita itu.
“Kapan kita bisa melakukan lagi Pak” kata Santi mengharap ketika kami keluar ruangan meeting itu.
“Gimana kalau minggu depan aku suruh suamimu ke luar kota jadi kita bisa bebas bersama?””Hihihi.. Ide bagus tuh Pak.. Janji ya” Santi tampak gembira mendengarnya.
Kamipun kembali ke ruangan resepsi. Santi aku suruh turun terlebih dahulu, baru aku menyusul beberapa menit kemudian. Sesampai di ruang resepsi tampak Jason sedang mencari aku.
“Hey man.. Where have you been? I’ve been looking for you”
“Sorry man.., I had to go to the restroom. I had stomachache” jawabku.
Tak lama Santi datang bersama Pak Arief suaminya.
“Pak Robert, kami mau pamit dahulu.. Ini Santi nggak enak badan.. Sakit perut katanya”
“Oh ya Pak Arief, silakan saja. Istri bapak cantik harus benar- benar dirawat lho..”
Santi tampak tersenyum mendengar perkataanku itu, sementara wajah Pak Arief menunjukkan rasa curiga. He.. He.. Kasihan, pikirku. Mungkin dia akan syok berat bila tahu aku baru saja menyetubuhi istrinya yang cantik itu.
Tak lama aku dan Jason pun pulang. Sebelum pulang aku berpapasan dengan Lia, sekretarisku. Aku suruh dia untuk mendaftarkan Pak Arief Untk training ke singapura. Memang baru-baru ini aku mendapat tawaran training ke Singapore dari salah satu perusahaan. Lebih baik Pak Arief saja yang pergi, pikirku. Toh memang dia yang mengerjakan pekerjaan itu di kantor, sedangkan aku hanya akan menolong istrinya yang cantik mengarungi lautan birahi selama dia pergi nanti.
Tak sabar aku menanti minggu depan datang. Nanti akan aku ceritakan lagi pengalamanku bersama Santi bila saatnya tiba. Dengan tidak adanya batas waktu karena terburu-buru, tentu aku akan lebih bisa menikmati dirinya.

Bercinta dengan tante haus sek
Namaku bayu, umurku 24 tahun. Kejadian ini kira-kira setahun yang lalu, ketika aku menelepon ternyata salah sambung. Saat itu aku menelepon temanku tapi ternyata di seberang sana tersambung ke salah satu kantor. Sebut saja yang menjawab namanya Mbak RS, umurnya 33 tahun. Karena suaranya yang bagus, merdu dan agak ngebas, aku mencoba untuk mencari bahan pembicaraan lain supaya jangan diputus, ternyata dia menanggapi. Aku tanyakan dengan agak nekad apakah dia sudah punya pacar, “Belum” dia jawab baru ditinggal pacarnya. Ketika lama bicara akhirnya kami mencatat nomor telepon masing-masing.
Keesokan harinya aku menelpon dia lagi, kali ini pembicaraan ngalor-ngidul, tanpa disadari ketika bicara tentang pengalaman pacaran, dia bilang, “Kalau udah nikah hubungan tidak terlalu intens karena agak bosan..” wah ternyata dia berbohong, akhirnya dia mengaku kalau dia sudah menikah dan punya anak 1 yang berumur 4 tahun.
Akhirnya aku jadi makin berani lalu kutanyakan bagaimana rasanya bulan madu karena aku sama sekali belum pernah merasakan berdekatan dengan wanita (walaupun itu yang namanya ciuman, swear belum pernah). Dia bilang, “Itu sih alamiah..” kali ini dia mulai tidak malu-malu lagi.
Lalu kutanya lagi, “Gaya apa yang biasanya dilakukan.”
Mak RS menjawab, “Kalau Masku pada awal permainan sangat menyukai menciumi leherku kemudian baru menghisap-hisap payudara…”
Lalu kutanya lagi, “Kalau Mbak senangnya gimana..?
“Aku sih biasanya paling senang di atas.. cepet nyampe..!” balasnya manja.
Masih dipercakapan telepon juga kutanyakan, “Tolong dong Mbak ajarin aku.. Nggak ada bekasnya ini kan… Mbak ikut KB kan..?”
“Enak aja.. cari aja perempuan yang masih single kemudian nikahi.. bereskan..” balasnya dengan nada sedikit genit.
bercinta dengan tante doyan kontol

Wah ternyata Mbak RS ini jinak-jinak merpati.. aku menjadi semakin tertantang. Lalu kucoba pancing kembali.
“Iyah deh.. enggak usah yang berat-berat.. ciuman ajah..”
Ternyata dia mulai memberi angin dengan memberi jawaban, “Lihat aja belum udah mau cium-cium.. entar kalau udah liat malah lari..?
Aku menimpali kembali, “Siapa yang lari saya atau Mbak..?
Dia jawab, “Udah ketemu aja deh.. di mana..?
Langsung kujawab, “Di KFC aja terus langsung nonton.. filmnya bagus.. The Entrapment? Mbak enggak usah balik ke kantor aja”
Akhirnya di akhir percakapan kami janjian untuk ketemu besok jam 12 siang di KFC.
Esok harinya jam setengah dua belas aku sudah nongkrong di KFC, tepat jam 12 ada seorang wanita setengah baya dengan rambut panjang disemir agak merah, memakai jas dengan dalaman serta celana panjang. Waduh, seksi sekali, tingginya kira-kira 170 cm, berat 65 kg. “Waduh montok cing..” pikiranku langsung tambah ngeres, aku bersumpah bahwa aku harus dapat menyetubuhinya.
Hanya sebentar di KFC kemudian kami meluncur ke 21, kebetulan film baru akan mulai. Kami duduk di tengah pinggir, kebetulan karena hari Senin yang nonton cuma sedikit. Setelah film dimulai, ‘senjata rahasiaku’ mulai berdiri kencang. Kemudian kuberanikan untuk memegang tangannya, ternyata dia diam saja.
Aku berbisik, “Mbak bohong katanya ditelepon bilang sudah nenek-nenek tapi nyatanya masih seperti umur 20 tahun, beruntung yah suami Mbak.”
Lalu aku berbisik lagi, “Mana janjinya Mbak.. katanya boleh cium kalau enggak lari..”
Kemudian dia melihat ke sekeliling, “Malu.. ntar ketahuan orang..”
Saya bilang kembali, “Sepi kok Mbak..!”
Dalam keremangan aku melihat dia merapat-rapatkan kedua bibirnya untuk membersihkan lipstiknya. Aku mulai menempelkan bibirku pada pipinya. Busyet, wangi sekali. Kemudian tanpa ba.. bi.. bu lagi kulumat bibirnya. Ternyata dia melawan lumatanku dengan penuh gairah. Tanganku tak dapat diam lagi, kemudian menggerayang ke lehernya terus ke buah dadanya. Waduh, besar sekali. Langsung kuremas dan pelintir puting susunya. Nafas Mbak RS mulai ngos-ngosan.
Tiba-tiba tanganku disentakkan dan ciumanku dihentikan. Dia bilang, “Sudah yu, jangan terlalu jauh.. aku sudah nikah..!”
Tapi aku tidak mau menyerah, dengan penuh trik kupegang tangannya lalu kubimbing ke arah kemaluanku (kupikir pasti aku ditampar karena kurang ajar). Ternyata dia diam saja. Lalu kukeluarkan kemaluanku, kutempelkan tanganya di kemaluanku. Mbak RS terhenyak, “Nekad kamu yu..”
“Biarin Mbak…” balasku nakal.
“Gede dan panjang juga yah barang kamu…” bisik Mbak RS genit.
“Iya Mbak aku udah enggak tahan lagi nih…” balasku mesra.
“Nanti aja keluarin di kamar mandi…!” goda Mbak RS.
“Enggak mau.. pengen sama tangan Mbak..!” bisikku manja.
“Pusing ya..” Mbak RS terus menggodaku.
“Iyah…” balasku mantap.
Akhirnya Mbak RS mengeluarkan lotion dari tasnya kemudian mengocok barangku. “Oooh… syhhkkk… nikmatnya..” Tangan Mbak RS yang super halus dan penuh pengalaman mengocok barangku. Selang beberapa saat, “Sreeet.. srettt” keluar sudah spermaku akibat kocokan mesra tangan Mbak RS.
Ketika film selesai kami keluar dan jalan-jalan. Aku membelikan dia baju untuk anaknya, jalan-jalan kembali, makan hingga jam menunjukkan pukul 8 malam.
“Mbak RS, enggak dimarahin sama Mas.. pulang lambat..?
“Tadi udah bilang ada temen ulang tahun jadi pulang agak lambat…”
Aku mengantarnya pulang. Di tengah perjalanan terlihat plang hotel. Pikiranku mulai nakal. Wah bawa saja ke sini. Aku memasukkan mobilku ke hotel.
Mbak RS protes, “Mau ngapain ke sini…?
“Kita ngobrol.. untuk saling kenal lagi Mbak.. Aku enggak akan nakal kok Mbak,” balasku mesra, Mbak RS diam saja.
Ketika telah di dalam, Mbak RS tanpak kikuk. Kucoba menenangkannya, “Santai Mbak..” lalu dia membuka sepatunya, aku menghampirinya. “Wah saya kalah tinggi MBak yah..” tapi enggak ada pengaruh kalau udah ditempat tidur. “Mbak aku pengen cium bibir Mbak lagi..” lalu aku menghampirinya, dia diam saja. Kemudian kulumat bibirnya. Dengan setengah paksa kubuka bajunya lalu celana panjangnya, dia berontak lalu kujepit badannya walaupun badannya besar dan montok tapi tenaganya tetap kalah. “yu.. jangan yu.. jangan maksa dong…” Aku tidak peduli, dengan cepat kubuka celanaku dan bajuku kemudian dengan sigap kumasukkan barangku yang besar dan panjang ke liang senggamanya yang ternyata sudah basah. Mbak RS melenguh, dengan cepat kugerakkan turun naik. Masih barangku menancap di dalam liang kewanitaannya, kuguling-gulingkan badannya sehingga kadang dia di atas kadang dia di bawah.
Lama-lama dia terangsang juga, akhirnya sama-sama kami mencapai orgasme. Kemudian dengan cepat kujilati bibir kemaluannya sampai kemudian dia orgasme kembali. Akhirnya impianku terwujud untuk menyetubuhi tubuh Mbak RS yang montok, tinggi, agak gemuk dan punya anak 1. Oooh nikmat sekali.

Bercinta dengantante stella mama muridku
Cerita ini adalah kisah nyata, berlangsung ketika saya kuliah di suatu kota ternama di Jawa tengah sekitar tahun 1992. Sebagai mahasiswa pendatang, saya hidup sederhana, karena memang kiriman dari orangtua yang bekerja sebagai tentara terkadang kurang untuk memenuhi kebutuhan saya. Menurut teman-teman, saya termasuk pria simpatik, dengan kemampuan berpikir cemerlang, biasanya saya dipanggil Rudy.
Kurang dari 6 bulan saya belajar di kota ini, cukup banyak tawaran dari beberapa teman untuk memberikan les privat matematika dan IPA bagi adik-adik mereka yang masih duduk di sekolah lanjutan. Keberuntungan datang bertubi-tubi, bahkan tawaran datang dari bunga kampus kami, sebut saja Indah untuk memberikan les privat bagi adiknya yang masih duduk di kelas 2 SLTP swasta ternama di kota dimana saya kuliah.
Keluarga Indah adalah keluarga yang sangat harmonis, ayahnya bekerja sebagai kepala kantor perwakilan (Kakanwil) salah satu departemen, berumur kurang lebih 46 tahun, sementara itu ibunya, biasa saya panggil Tante Stella, adalah ibu rumah tangga yang sangat memperhatikan keluarganya. Konon kabarnya Tante Stella adalah mantan ratu kecantikan di kota kelahirannya, dan hal ini amat saya percayai karena kecantikan dan bentuk tubuhnya yang masih sangat menarik diusianya yang ke 36 ini. Adik Indah murid saya bernama Noni, amat manja pada orangtuanya, karena Tante Stella selalu membiasakan memenuhi segala permintaannya.
Dalam satu minggu, saya harus memberikan perlajaran tambahan 3 kali buat Nona, walaupun sudah saya tawarkan bahwa waktu pertemuan tersebut dapat dikurangi, karena sebenarnya Nona cukup cerdas, hanya sedikit malas belajar. Tetapi Tante Stella malah menyarankan untuk memberikan pelajaran lebih dari yang sudah disepakati dari awalnya.
Setiap saya selesai mengajar, Tante Stella selalu menunggu saya untuk membicarakan perkembangan anaknya, tekadang ekor matanya saya tangkap menyelidik bentuk badan saya yang agak bidang menurutnya. Melewati satu bulan saya mengajar Noni, hubungan saya dengan Tante Stella semakin akrab.
Suatu ketika, kira-kira bulan ketiga saya mengajar Noni, saya datang seperti biasanya jam 16:00 sore. Saya mendapati rumah Bapak Gatot sepi tidak seperti biasanya, hanya tukang kebun yang ada. Karena sudah menjadi kewajiban, saya berinisiatif menunggu Noni, minimal selama waktu saya mengajar. Kurang lebih 45 menit menunggu, Tante Stella datang dengan wajah cerah sambil mengatakan bahwa Noni sedang menghadiri pesta ulang tahun salah seorang temannya, sehingga hari itu saya tidak perlu mengajar. Tetapi Tante Stella tetap minta saya menunggu, karena ada sesuatu yang harus dibicarakan dengan saya.
Ketika Tante Stella memanggil untuk masuk ke dalam rumahnya, alangkah kagetnya saya, ternyata Tante Stella telah memakai baju yang sangat seksi. Yah, memang badannya cukup seksi, karena walaupun sudah mulai berumur, Tante Stella masih sempat menjaga tubuhnya dengan melakukan senam “BL” seminggu 3 kali. Tubuhnya yang ideal menurut saya mempunyai tinggi sekitar 168 cm, dan berat sekitar 48 kg, ditambah ukuran payudaranya kira-kira 36B.
Tanteku kesepian
Mula-mula saya tidak menaruh curiga sama sekali, pembicaraan hanya berkisar masalah perkembangan pendidikan Noni. Tetapi lama kelamaan sejalan dengan cairnya situasi, Tante Stella mulai bercerita tentang kesepiannya di atas ranjang. Terus terang saya mulai bingung mengimbangi pembicaraan ini, saya hanya terdiam, sambil berhayal entah kamana.
“Rud, kamu lugu sekali yah..?” tanya Tante Stella.
“Agh.. Tante bisa aja deh, emang biar nggak lugu harus gimana..?” jawab saya.
“Yah.. lebih dewasa Dong..!” tegasnya.
Lalu, tiba-tiba tangan Tante Stella sudah memegang tangan saya duluan, dan tentu saja saya kaget setengah mati.
“Rud.. mau kan tolongin Tante..?” tanya si Tante dengan manja.
“Loh.. tolongin apalagi nih Tante..?” jawab saya.
“Tolong puaskan Tante, Tante kesepian nih..!” jawab si Tante.
Astaga, betapa kagetnya saya mendengar kalimat itu keluar dari mulut Tante Stella yang memiliki rambut sebahu. Saya benar-benar tidak membayangkan kalau ibu bunga kampus saya, bahkan ibu murid saya sendiri yang meminta seperti itu. Memang tidak pernah ada keinginan untuk “bercinta” dengan Tante Stella ini, karena selama ini saya menganggap dia sebagai seorang ibu yang baik dan bertanggung jawab.
“Wah.. saya harus memuaskan Tante dengan apa dong..?” tanya saya sambil bercanda.
“Yah.. kamu pikir sendirilah, kan kamu sudah dewasa kan..?” jawabnya.
Lalu akhirnya saya terbawa nafsu setan juga, dan mulai memberanikan diri untuk memeluknya dan kami mulai berciuman di ruang keluarganya. Dimulai dengan mencium bibirnya yang tipis, dan tanganku mulai meremas-remas payudaranya yang masih montok itu. Tante Stella juga tidak mau kalah, dia langsung meremas-remas alat kelaminku dengan keras. Mungkin karena selama ini tidak ada pria yang dapat memuaskan nafsu seksnya yang ternyata sangat besar ini.
Akhirnya setelah hampir selama setengah jam kami berdua bercumbu, Tante Stella menarik saya ke kamar tidurnya. Sesampainya di kamar tidurnya, dia langsung melucuti semua baju saya, pertama-tama dia melepas kemeja saya sambil menciumi dada saya. Bukan main nafsunya si Tante, pikirku. Dan akhirnya, sampailah pada bagian celana. Betapa nafsunya dia ingin melepaskan celana Levi’s saya. Dan akhirnya dia dapat melihat betapa tegangnya batang kemaluan saya.
“Wah.. Rud, gede juga nih punya kamu..” kata si Tante sambil bercanda.
“Masa sih Tante..? Perasaan biasa-biasa saja deh..!” jawab saya.
Dalam keadaan saya berdiri dan Tante Stella yang sudah jongkok di depan saya, dia langsung menurunkan celana dalam saya dan dengan cepatnya dia memasukkan batang kemaluan saya ke dalam mulutnya. Aghh, nikmat sekali rasanya. Karena baru pertama kali ini saya merasakan oral seks. Setelah dia puas melakukan oral dengan kemaluan saya, kemudian saya mulai memberanikan diri untuk bereaksi.
Sekarang gantian saya yang ingin memuaskan si Tante. Saya membuka bajunya dan kemudian saya melepaskan celana panjangnya. Setelah melihat keadaan si Tante dalam keadaan tanpa baju itu, tiba-tiba libido seks saya menjadi semakin besar. Saya langsung menciumi payudaranya sambil meremas-remas, sementara itu Tante Stella terlihat senangnya bukan main. Lalu saya membuka BH hitamnya, dan mulailah saya menggigit-gigit putingnya yang sudah mengeras.
“Oghh.. saya merindukan suasana seperti ini Rud..!” desahnya.
“Tante, saya belum pernah gituan loh, tolong ajarin saya yah..?” kata saya.
Karena saya sudah bernafsu sekali, akhirnya saya mendorong Tante jatuh ke ranjangnya. Dan kemudian saya membuka celana dalamnya yang berwarna hitam. Terlihat jelas klitoris-nya sudah memerah dan liang kemaluannya sudah basah sekali di antara bulu-bulu halusnya. Lalu saya mulai menjilat-jilat kemaluan si Tante dengan pelan-pelan.
“Ogh.. Rud, pintar sekali yah kamu merangsang Tante..” dengan suara yang mendesah.
Tidak terasa, tahu-tahu rambutku dijambaknya dan tiba-tiba tubuh Tante mengejang dan saya merasakan ada cairan yang membanjiri kemaluannya, wah.. ternyata dia orgasme! Memang berbau aneh sih, karena berhubung sudah dilanda nafsu, bau seperti apa pun tentunya sudah tidak menjadi masalah.
Setelah itu kami merubah posisi menjadi 69, posisi ini baru pertama kalinya saya rasakan, dan nikmatnya benar-benar luar biasa. Mulut Tante menjilati kemaluan saya yang sudah mulai basah dan begitupun mulut saya yang menjilat-jilat liang kemaluannya. Setelah kami puas melakukan oral seks, akhirnya Tante Stella sekarang meminta saya untuk memasukkan batang kemaluan saya ke dalam lubang kemaluannya.
“Rud.. ayoo Dong, sekarang masukin yah, Tante sudah tidak tahan nih..!” pinta si Tante.
“Wah.. saya takut kalo Tante hamil gimana..?” tanya saya.
“Nggak usah takut deh, Tante minum obat kok, pokoknya kamu tenang-tenang aja deh..!” sambil berusaha meyakinkan saya.
Benar-benar nafsu setan sudah mempengaruhi saya, dan akhirnya saya nekad memasukkan kemaluan saya ke dalam lubang kemaluannya. Oghh, nikmatnya.. Setelah akhirnya masuk, saya melakukan gerakan maju-mundur dengan pelan.
“Ahh.. dorong terus Dong Rud..!” pinta si Tante dengan suara yang sudah mendesah sekali.
Mendengar desahannya, saya menjadi semakin nafsu, dan saya mulai mendorong dengan kencang dan cepat. Sementara itu tangan saya asyik meremas-remas payudaranya, sampai tiba-tiba tubuh Tante Stella mengejang kembali. Astaga, ternyata dia orgasme yang kedua kalinya.
Dan kemudian kami berganti posisi, saya di bawah dan dia di atas saya. Posisi ini adalah idaman saya kalau sedang bersenggama. Dan ternyata posisi pilihan saya ini memang tidak salah, benar-benar saya merasakan kenikmatan yang luar biasa dengan posisi ini. Sambil merasakan gerakan naik-turunnya pinggul si Tante, tangan saya tetap sibuk meremas payudaranya lagi.
“Oh.. oh.. nikmat sekali Rudy..!” teriak si Tante.
“Tante.. saya kayaknya sudah mau keluar nih..!” kata saya.
“Sabar yah Rud.. tunggu sebentar lagi, Tante juga udah mau keluar lagi nih..!” jawab si Tante.
Akhirnya saya tidak kuat menahan lagi, dan keluarlah cairan mani saya di dalam liang kemaluan si Tante, begitu juga dengan si Tante.
“Arghh..!” teriak Tante Stella.
Tante Stella kemudian mencakar pundak saya, sementara saya memeluk badannya dengan erat sekali. Sungguh luar biasa rasanya, otot-otot kemaluannya benar-benar meremas batang kemaluan saya.
Setelah itu kami berdua letih, tanpa disadari kami telah sejam bersenggama, saya akhirnya bangun. Saya memakai baju saya kembali dan menuju ke ruang keluarga. Ketika melihat Tante Stella dalam keadaan telanjang menuju ke dapur, mungkin dia sudah biasa seperti itu, entah kenapa, tiba-tiba sekarang giliran saya yang nafsu melihat pinggulnya dari belakang. Tanpa bekata-kata, saya langsung memeluk Tante Stella dari belakang, dan mulai lagi meremas-remas payudaranya dan pantatnya yang montok serta menciumi lehernya. Tante pun membalasnya dengan penuh nafsu juga. Tante langsung menciumi bibir saya, dan memeluk saya dengan erat.
“Ih.. kamu ternyata nafsuan juga yah anaknya..?” kataya sambil tertawa kecil.
“Agh.. Tante bisa aja deh..!” jawab saya sambil menciumi bibirnya kembali.
Karena sudah terlalu nafsu, saya mengajaknya untuk sekali lagi bersenggama, dan si Tante setuju-setuju saja. Tanpa ada perintah dari Tante Stella, kali ini saya langsung membuka celana dan baju saya kembali, sehingga kami dalam keadaan telanjang kembali di ruang keluarga. Karena keadaan tempat kurang nyaman, maka kami hanya melakukannya dengan gaya dogie style.
“Um.. dorong lebih keras lagi dong Rud..!” desahnya.
Semakin nafsu saja saya mendengar desahannya yang menurut saya sangat seksi. Maka semakin keras juga sodokan saya kepada si Tante, sementara itu tangan saya menjamah semua bagian tubuhnya yang dapat saya jangkau.
“Rud.. mandi yuk..!” pintanya.
“Boleh deh Tante, berdua yah tapinya, terus Tante mandiin saya yah..?” jawab saya.
Akhirnya kami berdua yang telanjang menuju ke kamar mandi. Di kamar mandi saya duduk di atas closed, dan kemudian saya menarik Tante Stella untuk menciumi kemaluannya yang mulai basah kembali. Dan Tante mulai terangsang kembali.
“Hm.. nikmat sekali jilatanmu Rud.. agghh..!” desahnya.
“Rud.. kamu sering-sering ke sini Rud..!” katanya dengan nafas memburu.
Setelah puas menjilatinya, saya angkat Tante Stella agar duduk di atas saya, dan batang kemaluan saya kembali dibimbingnya masuk ke dalam lubang kemaluannya. Kali ini rasa nikmatnya lebih banyak terasa. Goyangan si Tante yang naik-turun yang makin lama makin cepat membuat saya akhirnya “KO” kembali. Saya mengeluarkan air mani ke dalam lubang kemaluannya. Tante Stella kemudian menjilati kemaluan saya yang sudah berlumuran dengan air mani, dihisapnya semua sampai bersih. Setelah itu kami mandi bersama.
Setelah selesai mandi, saya pamit pulang karena baru tersadar bahwa perbuatan saya amat berbahaya bila diketahui oleh Bapak Gatot, Indah teman sekampus saya, apalagi Noni murid saya itu. Sampai sekarang kami masih sering bertemu dan melakukan persetubuhan, tetapi tidak pernah lagi di rumah, Tante memesan kamar hotel berbintang dan kami bertemu di sana.
Selepas pengalaman itu, saya menjadi lebih berani pada wanita, dan menikmati persetubuhan dengan beberapa wanita setengah baya yang kesepian dan butuh pertolongan tanpa dibayar

Tinggalkan komentar